23 Desember, 2008

beberapa tokoh Ahlul bait (Keluarga dan keturunan) Rasulullah SAW

Siti Fathimah al-Zahra
Siti Fathimah lahir satu tahun sebelum kenabian dan meninggal dunia enam bulan sesudah ayahnya Rasulullah saw meninggal, yaitu pada malam Selasa tanggal 3 Ramadhan tahun 11 Hijriyah.
Nama Fathimah berasal dari kata Fathman yang artinya sama dengan qath’an atau man’an, yang berarti memotong, memutuskan atau mencegah. Ia dinamakan Fathimah karena Allah swt mencegah dirinya dari api neraka, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Nabi bersabda, 'Sesungguhnya Fathimah adalah orang yang suci farajnya, maka Allah haramkan atas dia dan keturunannya akan api neraka'.[1]
Al-Nasai meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, 'Sesungguhnya putriku Fathimah ini adalah seorang manusia-bidadari'. Dia tidak haid dan tidak pula mengeluarkan kotoran. Karena itulah ia dinamakan al-Zahra atau yang suci, sebab ia tidak pernah mengeluarkan darah, baik dalam haid maupun sesudah melahirkan (nifas). Pada saat melahirkan, ia mandi dan kemudian shalat sehingga ia tidak pernah luput dari melaksanakan shalat. Adapun sebutan al-Batul baginya itu adalah karena ia merupakan wanita yang paling menonjol di masanya dalam hal keutamaan, agama dan keturunan.[2]Dikemukakan pula oleh al-Thabrani, bahwa Rasulullah saw bersabda, 'Tiap anak itu bernisbat kepada keturunan bapaknya, kecuali putra Fathimah, akulah wali mereka dan akulah ashabah mereka'. Dalam riwayat lain yang sahih disebutkan, 'Setiap anak itu mengikuti garis keturunan bapaknya kecuali anak-anak Fathimah , sebab akulah ayah mereka dan ashabah mereka'.
[1] Al-Sayuthi, Ihya al-Mait Fi Fadhail Aal al-Bait, hal. 47.[2] Al-Syablanji, Nur al-Abshor, hal 188.

Al Imam Ali Bin Abi Thalib
Imam Ali adalah orang yang pertama kali masuk Islam. Abu Ya’la meriwayatkan dari Ali, bahwa Ali telah berkata, 'Rasulullah diutus pada hari Senin dan aku masuk Islam pada hari Selasa.'[1]
Abdulbirr dalam kitabnya yang berjudul al-Isti’ab mengetengahkan sebuah hadits yang berasal dari Imam Ali , bahwa Rasulullah saw berkata kepada Siti Fatimah ra : ‘Suamimu adalah orang yang terkemuka di dunia dan akhirat, ia sahabatku yang pertama memeluk Islam, yang paling banyak ilmunya dan paling besar kesabarannya’
Dalam hal nasab, seperti diriwayatkan oleh Thabrani, bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda : “Allah menciptakan keturunan setiap Nabi dari tulang sulbinya sendiri, namun Allah menciptakan keturunanku dari tulang sulbi Ali bin Abi Thalib.”
Hal ini diperkuat dengan hadits yang bersumber dari Umran bin Hushain, bahwa Rasulullah telah berkata : “Apakah yang kamu inginkan dari Ali, apakah yang kamu inginkan dari Ali, apakah yang kamu inginkan dari Ali ? Sesungguhnya Ali dariku dan aku darinya. Ia adalah pemimpin semua orang mukmin sesudahku.” Ibnu Abbas ra meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw menyatakan: ‘Manusia diciptakan dari berbagai jenis pohon, sedang aku dan Ali bin Abi Thalib diciptakan dari satu jenis pohon (unsur). Apakah yang hendak kalian katakan tentang sebatang pohon yang aku sendiri merupakan pangkalnya, Fatimah dahannya, Ali getahnya, al-Hasan dan al-Husein buahnya, dan para pencinta kami adalah dedaunannya ! Barangsiapa yang bergelantung pada salah satu dahannya ia akan diantar ke dalam surga, dan barangsiapa yang meninggalkannya ia akan terjerumus ke dalam neraka.”
Imam Ali bin Abi Thalib wafat sebagai syahid pada hari Jum’at tanggal 17 Ramadhan tahun 40 Hijriyah ketika sedang melaksanakan sholat Subuh. Beliau dikarunia lima belas orang anak laki-laki dan delapan belas orang anak perempuan :[2]
- Hasan Husein dan Muhsin (meninggal waktu kecil) Ibunya Siti Fathimah binti Rasul saw.
- Muhammad al-Hanafiah ( Menurut satu pendapat keluarga Ba Qasyir di Hadramaut adalah keturunannya)[3]
Abbas, Usman, Abdullah, Ja’far Ibunya ummu Banin bt. Hazm al-Kilabiyah Abdullah, Abu Bakar. Ibunya Layla binti Mas’ud al-NahsalyYahya, Aun, Ibunya Binti Umais al-Khosmaiy Umar al-Akbar ( Ibunya ummu Habibah al-Taghlibiyah )Muhammad al-Ausath ( Ibunya Amamah binti Abi Ash )Muhammad al-Asghor
Kelima belas anak laki-laki tersebut sesuai dengan pendapat al-Amiri, sedangkan Ibnu Anbah menambahkan nama : Abdurahman, Umar al-Asghor dan Abbas al-Asghor. Adapun yang membuahkan keturunan ada lima, yaitu : Hasan, Husein, Muhammad al-Hanafiyah, Abbas al-Kilabiyah dan Umar al-Tsa’labiyah.Sedangkan anak perempuannya dalam riwayat yang disepakati berjumlah 18 orang, yaitu : Zainab, Ummu Kulsum, Ruqoyah, Ummu Hasan Ramlah al-Kubra, Ummu Hanni, Ramlah al-Sughro, Ummu Kulsum al-Sughro, Fathimah, Amamah, Khadijah, Ummu Khoir, Ummu Salmah, Ummu Ja’far, Jamanah.

[1] Al-Syablanji, Nur al-Abshor, hal.162. [2] Ibnu Hazm, Jamharoh Ansab al-Arab, hal.37. Ibnu Anbah, Umdah al-Thalib, hal. 167. Al-Masyhur, Syamsu al-Zhahirah, Jilid 1, hal. 15. [3]Abdurrahman Bin Muhammad al-Masyhur, Syamsu al-Zhahirah , Jilid 1, hal. 16.


Al Imam Hasan
Sayyidina Hasan lahir di Madinah sembilas belas hari sebelum peristiwa perang Badar. Beliau adalah cucu dan buah hati Rasulullah. Rasulullah mengakikahkan Hasan pada hari ketujuh dari kelahirannya. Sayyidina Hasan , sangat mirip sekali dengan Rasulullah, yaitu dari mulai pusarnya sampai kepalanya. Sedangkan Sayyidina Husien mirip beliau mulai dari pusar ke bawah. Beliau hidup pada masa Rasulullah selama 8 tahun dan bersama ayahnya selama 29 tahun dan dibaiat menjadi khalifah pada tahun 41 Hijriyah ketika umur beliau 37 tahun. Beliau wafat pada tahun 49 Hijriyah dan dimakamkan di Baqi. Menurut al-Amiri, beliau dikaruniai sebelas anak laki-laki : Abdullah, Qasim, Hasan Mutsanna, Zaid, Umar, Abdullah, Abdurahman, Ahmad, Ismail, Husin dan Aqil, dan seorang anak perempuan bernama Ummu Hasan. Sedangkan yang meneruskan keturunan Imam Hasan adalah : Zaid dan Hasan Mutsanna.[1]

Al Imam Husein
Sayyidina Husein (Abu Abdillah) adalah cucu dan buah hati Rasulullah. Ia lahir pada hari kelima dari bulan Sya’ban tahun keempat hijriyah. Al-Hakim mengemukakan sebuah hadits dalam kitab sahihnya, yang bersumber dari sahabat Yahya al-‘Amiri, bahwa Rasulullah saw bersabda, 'Husein dariku dan aku dari Husein. Ya Allah cintailah orang yang mencintai Husein. Husein adalah salah seorang asbath'.
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Ibnu Sa’ad, Abu Ya’la serta Ibnu Asakir dari Jabir bin Abdullah, saya telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa suka melihat seorang pemimpin para pemuda ahli surga, maka hendaklah ia melihat kepada Husein bin Ali'. Sayyidina Husein gugur sebagai syahid, pada hari Jum’at, hari kesepuluh (Asyura) dari bulan Muharram, tahun 61 hijriyah di padang Karbala, suatu tempat di Iraq yang terletak antara Hulla dan Kuffah. Ibnu Hajar memberitahukan sebuah hadits dari suatu sumber yang diriwayatkan dari Ali, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, 'Pembunuh Husein kelak akan disiksa dalam peti api, yang beratnya sama dengan siksaan separuh penduduk dunia'.[1] Abu Na’im meriwayatkan bahwa pada hari terbunuhnya sayyidina Husein, terdengar jin meratap dan pada hari itu juga terjadi gerhana matahari hingga tampak bintang-bintang di tengah hari bolong. Langit di bagian ufuk menjadi kemerah-merahan selama enam bulan, tampak seperti warna darah.Sayyidina Husein sungguh telah memasuki suatu pertempuran menentang orang yang bathil dan mendapatkan syahidnya di sana. Menurut al-Amiri, Sayidina Husein dikarunia 6 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Dan dari keturunan sayyidina Husein yang meneruskan keturunannya hanya Ali al-Ausath yang diberi gelar Zainal Abidin. Sedangkan Muhammad, Ja’far, Ali al-Akbar, Ali al-Ashgor , Abdullah , tidak mempunyai keturunan (ketiga nama terakhir gugur bersama ayahnya sebagai syahid di Karbala). Sedangkan anak perempuannya adalah : Zainab, Sakinah dan Fathimah.[2]


Al-Imam Ali Zainal Abidin
Beliau adalah Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Hussein bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau dijuluki dengan julukan Abal Hasan atau Abal Husain. Beliau juga dijuluki dengan As-Sajjad (orang yang ahli sujud).
Beliau adalah seorang yang ahli ibadah dan panutan penghambaan dan ketaatan kepada Allah. Beliau meninggalkan segala sesuatu kecuali Tuhannya dan berpaling dari yang selain-Nya, serta yang selalu menghadap-Nya. Hati dan anggota tubuhnya diliputi ketenangan karena ketinggian makrifahnya kepada Allah, rasa hormatnya dan rasa takutnya kepada-Nya. Itulah sifat-sifat beliau, Al-Imam Ali Zainal Abidin.
Beliau dilahirkan di kota Madinah pada tahun 33 H, atau dalam riwayat lain ada yang mengatakan 38 H. Beliau adalah termasuk generasi tabi’in. Beliau juga seorang imam agung. Beliau banyak meriwayatkan hadits dari ayahnya (Al-Imam Husain), pamannya Al-Imam Hasan, Jabir, Ibnu Abbas, Al-Musawwir bin Makhromah, Abu Hurairah, Shofiyyah, Aisyah, Ummu Kultsum, serta para ummahatul mukminin/isteri-isteri Nabi SAW (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau, Al-Imam Ali Zainal Abidin, mewarisi sifat-sifat ayahnya (semoga Allah meridhoi keduanya) di didalam ilmu, zuhud dan ibadah, serta mengumpulkan keagungan sifatnya pada dirinya di dalam setiap sesuatu.
Berkata Yahya Al-Anshari, “Dia (Al-Imam Ali) adalah paling mulianya Bani Hasyim yang pernah saya lihat.” Berkata Zuhri, “Saya tidak pernah menjumpai di kota Madinah orang yang lebih mulia dari beliau.” Hammad berkata, “Beliau adalah paling mulianya Bani Hasyim yang saya jumpai terakhir di kota Madinah.” Abubakar bin Abi Syaibah berkata, “Sanad yang paling dapat dipercaya adalah yang berasal dari Az-Zuhri dari Ali dari Al-Husain dari ayahnya dari Ali bin Abi Thalib.”
Kelahiran beliau dan Az-Zuhri terjadi pada hari yang sama. Sebelum kelahirannya, Nabi SAW sudah menyebutkannya. Beliau shalat 1000 rakaat setiap hari dan malamnya. Beliau jika berwudhu, pucat wajahnya. Ketika ditanya kenapa demikian, beliau menjawab, “Tahukah engkau kepada siapa aku akan menghadap?.” Beliau tidak suka seseorang membantunya untuk mengucurkan air ketika berwudhu. Beliau tidak pernah meninggalkan qiyamul lail, baik dalam keadaan di rumah ataupun bepergian. Beliau memuji Abubakar, Umar dan Utsman (semoga Allah meridhoi mereka semua). Ketika berhaji dan terdengar kalimat, “Labbaikallah…,” beliau pingsan.
Suatu saat ketika beliau baru saja keluar dari masjid, seorang laki-laki menemuinya dan mencacinya dengan sedemikian kerasnya. Spontan orang-orang di sekitarnya, baik budak-budak dan tuan-tuannya, bersegera ingin menghakimi orang tersebut, akan tetapi beliau mencegahnya. Beliau hanya berkata, “Tunggulah sebentar orang laki-laki ini.” Sesudah itu beliau menghampirinya dan berkata kepadanya, “Apa yang engkau tidak ketahui dari diriku lebih banyak lagi. Apakah engkau butuh sesuatu sehingga saya dapat membantumu?.” Orang laki-laki itu merasa malu. Beliau lalu memberinya 1000 dirham. Maka berkata laki-laki itu, “Saya bersaksi bahwa engkau adalah benar-benar cucu Rasulullah.”
Beliau berkata, “Kami ini ahlul bait, jika sudah memberi, pantang untuk menginginkan balasannya.” Beliau sempat hidup bersama kakeknya, Al-Imam Ali bin Abi Thalib, selama 2 tahun, bersama pamannya, Al-Imam Hasan, 10 tahun, dan bersama ayahnya, Al-Imam Husain, 11 tahun (semoga Allah meridhoi mereka semua).
Beliau setiap malamnya memangkul sendiri sekarung makanan diatas punggungnya dan menyedekahkan kepada para fakir miskin di kota Madinah. Beliau berkata, “Sesungguhnya sedekah yang sembunyi-sembunyi itu dapat memadamkan murka Tuhan.” Muhammad bin Ishaq berkata, “Sebagian dari orang-orang Madinah, mereka hidup tanpa mengetahui dari mana asalnya penghidupan mereka. Pada saat Ali bin Al-Husain wafat, mereka tak lagi mendapatkan penghidupan itu.”
Beliau jika meminjamkan uang, tak pernah meminta kembali uangnya. Beliau jika meminjamkan pakaian, tak pernah meminta kembali pakaiannya. Beliau jika sudah berjanji, tak mau makan dan minum, sampai beliau dapat memenuhi janjinya. Ketika beliau berhaji atau berperang mengendarai tunggangannya, beliau tak pernah memukul tunggangannya itu. Manaqib dan keutamaan-keutamaan beliau tak dapat dihitung, selalu dikenal dan dikenang, hanya saja kami meringkasnya disini. Beliau meninggal di kota Madinah pada tanggal 18 Muharrom 94 H, dan disemayamkan di pekuburan Baqi’, dekat makam dari pamannya, Al-Imam Hasan, yang disemayamkan di qubah Al-Abbas. Beliau wafat dengan meninggalkan 11 orang putra dan 4 orang putri. Adapun warisan yang ditinggalkannya kepada mereka adalah ilmu, kezuhudan dan ibadah.
Radhiyallohu anhu wa ardhah…
[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]

Al-Imam Muhammad Al Bagir
Beliau adalah Al-Imam Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Digelari Al-Baqir (yang membelah bumi) karena kapasitas keilmuan beliau yang begitu mendalam sehingga diibaratkan dapat membelah bumi dan mengeluarkan isinya yang berupa pengetahuan-pengetahuan. Nama panggilan beliau adalah Abu Ja’far.
Al-Imam Ibnu Al-Madiny meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah (semoga Allah meridhoi mereka berdua) bahwasannya Jabir berkata kepada Imam Muhammad Al-Baqir yang pada waktu itu masih kecil, “Rasulullah SAW mengirimkan salam untukmu.” Beliau bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?.” Jabir menjawab, “Pada suatu hari saya sedang duduk bersama Rasulullah SAW, sedangkan Al-Husain (cucu beliau) lagi bermain-main di pangkuan beliau. Kemudian Rasulullah SAW berkata, ‘Pada suatu saat nanti, dia (yaitu Al-Husain) akan mempunyai seorang putra yang bernama Ali (Zainal Abidin). Jika hari kiamat datang, akan terdengar seruan, ‘Berdirilah wahai pemuka para ahli ibadah.’ Maka kemudian putranya (yaitu Ali-Zainal Abidin) itu akan bangun. Kemudian dia (yaitu Ali Zainal Abidin) akan mempunyai seorang putra yang bernama Muhammad. Jika engkau sempat menjumpainya, wahai Jabir, maka sampaikan salam dariku.’ “
Beliau, Muhammad Al-Baqir, adalah keturunan Rasul SAW dari jalur ayah dan ibu. Beliau adalah seorang yang berilmu luas. Namanya menyebar seantero negeri. Ibu beliau adalah Ummu Abdullah, yaitu Fatimah bintu Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau dilahirkan di kota Madinah pada hari Jum’at, 12 Safar 57 H, atau 3 tahun sebelum gugurnya ayahnya, Al-Imam Al-Husain.
Dari sebagian kalam mutiara beliau adalah, “Tidaklah hati seseorang dimasuki unsur sifat sombong, kecuali akalnya akan berkurang sebanyak unsur kesombongan yang masuk atau bahkan lebih.” “Sesungguhnya petir itu dapat menyambar seorang mukmin atau bukan, akan tetapi tak akan menyambar seorang yang berdzikir.” “Tidak ada ibadah yang lebih utama daripada menjaga perut dan kemaluan.” “Seburuk-buruknya seorang teman itu adalah seseorang yang hanya menemanimu ketika kamu kaya dan meninggalkanmu ketika kamu miskin.” “Kenalkanlah rasa kasih-sayang di dalam hati saudaramu dengan cara engkau memperkenalkannya dulu di dalam hatimu.” Beliau jika tertawa, beliau berkata, “Ya Allah, janganlah Engkau timpakan murka-Mu kepadaku.” Beliau adalah seorang yang mencintai dua orang yang agung, yaitu Abubakar dan Umar (semoga Allah meridhoi mereka berdua). Diantara kalam mutiara beliau yang lain, saat beliau berkata kepada putranya, “Wahai putraku, hindarilah sifat malas dan bosan, karena keduanya adalah kunci setiap keburukan. Sesungguhnya engkau jika malas, maka engkau akan banyak tidak melaksanakan kewajiban. Jika engkau bosan, maka engkau tak akan tahan dalam menunaikan kewajiban.” Di antara kalam mutiara beliau yang lain, “Jika engkau menginginkan suatu kenikmatan itu terus padamu, maka perbanyaklah mensyukurinya. Jika engkau merasa rezeki itu datangnya lambat, maka perbanyaklah istighfar. Jika engkau ditimpa kesedihan, maka perbanyaklah ucapan ‘Laa haula wa laa quwwata illaa billah’. Jika engkau takut pada suatu kaum, ucapkanlah, ‘Hasbunallah wa ni’mal wakiil’. Jika engkau kagum terhadap sesuatu, ucapkanlah, ‘Maa syaa’allah, laa quwwata illaa billah’. Jika engkau dikhianati, ucapkanlah, ‘Wa ufawwidhu amrii ilaallah, innaallaha bashiirun bil ‘ibaad’. Jika engkau ditimpa kesumpekan, ucapkanlah, ‘Laa ilaaha illaa Anta, Subhaanaka innii kuntu minadz dzolimiin.’ “
Beliau wafat di kota Madinah pada tahun 117 H (dalam riwayat lain 114 H atau 118 H) dan disemayamkan di pekuburan Baqi’, tepatnya di qubah Al-Abbas disamping ayahnya. Beliau berwasiat untuk dikafani dengan qamisnya yang biasa dipakainya shalat. Beliau meninggalkan beberapa orang anak, yaitu Ja’far, Abdullah, Ibrahim, Ali, Zainab dan Ummu Kultsum. Putra beliau yang bernama Ja’far dan Abdullah dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Farwah bintu Qasim bin Muhammad bin Abubakar Ash-Shiddiq.
Radhiyallohu anhu wa ardhah…
[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar