Tugas ibu rumahtangga sangatlah banyak dan berat. Mulai dari mencuci dan menyeterika pakaian, mencuci piring, menyapu dan mengepel lantai, mengasuh anak, membereskan rumah, melayani suami, dan segudang tugas lainnya. Sedemikian merepotkan sehingga banyak keluarga mempekerjakan orang lain untuk mengambil alih sebagian besar tugas ibu rumahtangga itu. Orang yang diupah untuk tugas tersebut, di negeri ini lazim disebut pelayan (khadam) atau pembantu rumahtangga (PRT).
Keberadaan para pelayan itu sangat membantu banyak keluarga, terutama pada keluarga yang sang ibunya turut mencari nafkah ke luar rumah. Mereka sangat berjasa dalam memperlancar tugas seluruh anggota keluarga.
Namun sayangnya banyak keluarga yang tidak menyadari peran penting para pelayan itu. Bahkan, karena warisan feodalisme, para pelayan tersebut kadangkala diperlakukan tidak manusiawi oleh majikannya. Mereka diperlakukan seperti budak atau hamba sahaya yang tidak berharga. Padahal, kepada budak sekalipun, Islam memerintahkan para majikan berbuat baik kepada mereka dan memerdekakan mereka. Apalagi kepada para pelayan yang sesungguhnya mereka adalah manusia merdeka, tentu para majikan harus lebih menghormati mereka.
Dalam ajaran Islam, para pelayan itu pada hakekatnya adalah saudara para majikan dan menjadi binaan para majikan. Karena itu mereka harus diperlakukan sebagaimana saudara kita. Kita beri makan dengan makanan yang biasa kita makan, kita bimbing mereka sebagaimana kita membimbing saudara, bahkan kita harus sering memberi maaf dan meminta maaf kepada mereka, sebagaimana kita sering memberi dan meminta maaf kepada saudara kita.
Abdullah bin Umar menceritakan, pernah ada seorang laki-laki datang menemui Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) seraya berkata,” Wahai Rasul, berapa kalikah aku harus minta maaf kepada pembantuku (hamba sahaya)?” Rasulullah menjawab,”Tujuh puluh kali setiap hari.” (Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi)
Rasulullah adalah contoh manusia yang memperlakukan pelayannya dengan sangat baik, sebagaimana diceritakan oleh Anas radhiallahu ‘anhu yang menjadi pelayan beliau selama belasan tahun. Kata Anas, selama ia melayani Rasulullah, beliau tidak pernah memukul atau membentak, bahkan beliau tidak pernah menggugat sesuatu yang sedang dikerjakannya, “Kenapa kamu kerjakan begitu?” Beliau juga tidak pernah menggugat tugas yang belum sempat ditunaikannya.
Banyak hadits Nabi yang mengajarkan kepada kita tentang bagaimana berakhlak mulia kepada pelayan dan bawahan kita. Berikut ini adalah ikhtisarnya:
o Hendaknya majikan menganggap pelayan sebagai saudara sendiri. [Riwayat Bukhari]
o Hendaknya majikan memberi makanan kepada pelayan sebagaimana makanan yang ia makan, juga memberi pakaian sebaik pakaian yang ia kenakan. [Riwayat Bukhari]
o Setiap majikan hendaknya mengajak pelayannya makan bersama dengannya, atau minimal memberi sebagian makanan yang telah mereka buat itu. [Riwayat Ahmad]
o Seorang majikan wajib memberi gaji yang cukup kepada para pelayan dan bawahannya, sesegera mungkin dan sesuai dengan jerih parah yang dilakukannya. [Riwayat Muslim]
o Barangsiapa mendidik pembantunya, maka ia akan mendapat dua pahala [Riwayat Bukhari]
o Barangsiapa bersikap ramah kepada pembantunya (bawahannya), niscaya Allah akan memudahkan kematiannya (maksudnya akan dimudahkan dalam menghadapi sakaratul maut) dan memasukkannya ke dalam surga. [Riwayat Tirmidzi]
o Berlaku lembut kepada pelayan (bawahan) akan membawa kebahagiaan, sedangkan berlaku kasar terhadap bawahan akan membawa bencana. Bawahan yang diperlakukan lembut biasanya akan lebih menghargai majikannya daripada mereka yang diperlakukan kasar. [Riwayat Abu Dawud].
Demikian penting urusan pelayan/pembantu ini, sehingga Rasulullah Saw pernah berpesan pada akhir hayatnya, ”Perhatikanlah ibadah shalat dan pembantumu.” (Riwayat Muslim). Nah, bagaimana dengan kita semua? [Ali Athwa/Sahid]
ust adakah dalil arabnya (teksnya) ?mhn share
BalasHapus