26 Maret, 2009

DZIKIR BERJAMAAH ada sejak zaman RASULULLAH SAW

Dzikir berjamaah sejak zaman Rasul saw, sahabat, tabi'in tak pernah dipermasalahkan, bahkan merupakan sunnah rasul saw, dan pula secara akal sehat, semua orang mukmin akan asyik berdzikir,
dan hanya syaitan yg benci dan akan hangus terbakar dan tak tahan mendengar suara dzikir. kita bisa bandingkan mereka ini dari kelompok mukmin, atau kelompok syaitan yg sesat.., dengan cara mereka yg memprotes dzikir jamaah, telinga mereka panas, dan ingin segera kabur bila mendengar jamaah berdzikir.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang berkeliling, mereka mengikuti majelis-majelis dzikir. Apabila mereka menemui majelis yang didalamnya ada dzikir, maka mereka duduk bersama-sama orang yang berdzikir, mereka mengelilingi para jamaah itu dengan sayap-sayap mereka, sehingga memenuhi ruangan antara mereka dengan langit dunia, jika para jamaah itu selesai maka mereka naik ke langit (HR Bukhari no. 6408 dan Muslim no. 2689)
Abdullah Ibnu Abas r.a berkata: “semasa zaman kehidupan Rosulullah(SAW) adalah menjadi kebiasaan untuk orang ramai berdzikir dengan suara yang kuat selepas berakhirnya sholat berjamaah(HR.Bukhori)
Abdullah Ibnu Abas r.a berkata:”Apabila aku mendengar ucapan dzikir, aku dapat mengetahui bahwa sholat berjamaah telah berakhir(HR.Bukhori)
Abdullah Ibnu Zubair r.a berkata:”Rasululloh(SAW) apabila melakukan salam daripada solatnya, mengucap doa/zikir berikut dengan suara yang keras-”La ilaha illallah…”(Musnad Syafi’i)
Sahabat Umar bin Khattab selalu membaca wirid dengan suara lantang, berbeda dengan Sahabat Abu Bakar yang wiridan dengan suara pelan. Suatu ketika nabi menghampiri mereka berdua, dan nabi lalu bersabda: Kalian membaca sesuai dengan yang aku sampaikan. (Lihat al-Fatâwâ al-hadîtsiyah, Ibnu Hajar al-Haitami, hal 56)
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas RA bahwa mengeraskan suara dalam berdzikir seusai orang orang melaksanakan sholat wajib dgn berjamaah sudah menjadi kebiasaan pada masa nabi SAW, kata Abdullah bin Abbas : ketika saya mendengar dzikir tersebut saya tahu bahwa orang2 sudah selesai melaksanakan sholat berjamaah (BUKHARI NO 841 )
Diriwayatkan oleh Abu Ma’bad:
( budak yang telah bebas dari Ibn ‘Abbas) Ibn ‘Abbas berkata padaku, “Dalam masa hidup pada Nabi itu lazim untuk menyelenggarakan zikir Puji-pujian pada Allah bersuara keras sesudah jamaah shalat wajib.
(Sahih Bukhari . 1/802)
Imam Zainuddin al-Malibari menegaskan: “Disunnahkan berzikir dan berdoa secara pelan seusai shalat. Maksudnya, hukumnya sunnah membaca dzikir dan doa secara pelan bagi orang yang shalat sendirian, berjama’ah, imam yang tidak bermaksud mengajarkannya dan tidak bermaksud pula untuk memperdengarkan doanya supaya diamini mereka.” (Fathul Mu’in: 24). Berarti kalau berdzikir dan berdoa untuk mengajar dan membimbing jama’ah maka hukumnya boleh mengeraskan suara dzikir dan doa.
1). para sahabat berdoa bersama Rasul saw dengan melantunkan syair (Qasidah/Nasyidah) di saat menggali khandaq (parit) Rasul saw dan sahabat2 radhiyallhu?anhum bersenandung bersama sama dengan ucapan : "HAAMIIIM LAA YUNSHARUUN..". (Kitab Sirah Ibn Hisyam Bab Ghazwat Khandaq). Perlu diketahui bahwa sirah Ibn Hisyam adalah buku sejarah yg pertama ada dari seluruh buku sejarah, yaitu buku sejarah tertua. Karena ia adalah Tabi'in.

2). saat membangun Masjidirrasul saw : mereka bersemangat sambil bersenandung : "Laa 'Iesy illa 'Iesyul akhirah, Allahummarham Al Anshar wal Muhaajirah" setelah mendengar ini maka Rasul saw pun segera mengikuti ucapan mereka seraya bersenandung dengan semangat : "Laa 'Iesy illa 'Iesyul akhirah, Allahummarham Al Anshar wal Muhajirah.. " (Sirah Ibn Hisyam Bab Hijraturrasul saw- bina' masjidissyarif hal 116)

3). ucapan ini pun merupakan doa Rasul saw demikian diriwayatkan dalam shahihain

4). Firman Allah swt : "SABARKANLAH DIRIMU BERSAMA KELOMPOK ORANG ORANG YG BERDOA PADA TUHAN MEREKA SIANG DAN MALAM SEMATA MATA MENGINGINKAN KERIDHOAN NYA, DAN JANGANLAH KAU JAUHKAN PANDANGANMU (dari mereka), UNTUK MENGINGINKAN KEDUNIAWIAN." (QS Alkahfi 28)
Ayat ini turun ketika Salman Alfarisi ra berdzikir bersama para sahabat, maka Allah memerintahkan Rasul saw dan seluruh ummatnya duduk untuk menghormati orang2 yg berdzikir.
Mereka (sekte wahabi) mengatakan bahwa ini tidak teriwayatkan bentuk dan tata cara dzikirnya, ah..ah?ah.. Dzikir ya sudah jelas dzikir.., menyebut nama Allah, mengingat Allah swt, adakah lagi ingin dicari pemahaman lain?,

5). Sahabat Rasul radhiyallahu'anhum mengadakan shalat tarawih berjamaah, dan Rasul saw justru malah menghindarinya, mestinya merekapun shalat tarawih sendiri sendiri, kalau toh Rasul saw melakukannya lalu menghindarinya, lalu mengapa Generasi Pertama yg terang benderang dg keluhuran ini justru mengadakannya dengan berjamaah..,
Sebab mereka merasakan ada kelebihan dalam berjamaah, yaitu syiar,
ah..ah..ah.. mereka masih butuh syiar dibesarkan, apalagi kita dimasa ini..,

maka kalau ada pertanyaan : "siapakah yg pertama kali mengajarkan Bid'ah hasanah?, maka kita dengan mudah menjawab, yg pertama kali mengajarkannya adalah para Sahabat Rasul saw, karena saat itu Umar ra setelah bersepakat dengan seluruh sahabat untuk jamaah tarawih, lalu Umar ra berkata : "WA NI'MAL BID'AH HADZIH..". (inilah Bid'ah yg terindah).
Siapa lebih tahu makna menghindari bid'ah?, Umar bin Khattab ra, makhluk nomer dua paling mulia di ummat ini bersama seluruh sahabat radhiyallahu'anhum.., atau madzhab sempalan abad ke 20 ini.

6). Lalu para tabi'in sebab cinta mereka pada sahabat, maka mereka menggelari setiap menyebut nama sahabat dengan ucapan Radhiyalahu'anhu/ha/hum. Inipun tak pernah diajarkan oleh Rasul saw, tak pula pernah diajarkan oleh sahabat, walaupun itu berdalilkan beberapa ayat didalam alqur'an bahwa bagi mereka itu kerdhoan Allah, namun tak pernah ada perintah dari Rasul saw untuk menggelari setiap nama sahabat beliau saw dg ucapan radhiyallahu'anhu/ha/hum.
Inipun Bid'ah hasanah, kita mengikuti Tabi'in mengucapkannya krn cinta kita pd Sahabat.

7). Khalifah Umar bin Abdul Aziz menambahkan lagi dengan menyebut nyebut nama para Khulafa?urrasyidin dalam khotbah kedua pada khutbah jumat, Ied dll.., inipun bid?ah, tak pernah diperbuat oleh para Tabi'in, Sahabat, bahkan Rasul saw, namun diada adakan karena telah banyak kaum mu'tazilah yg mencaci sahabat dan melaknat para Khulafa'urrasyidin, maka hal ini mustahab saja, (baik dilakukan), tak ada pula yg benci dengan hal ini kecuali syaitan dan para tentaranya.

Lalu kategori Bid'ah ini pun muncul entah darimana?, membawa hadits : "Semua Bid?ah adalah sesat dan semua sesat adalah di neraka". Menimpakan hadits ini pada kelompok sahabat. Ah..ah..ah... adakah seorang muslim mengatakan orang yg memanggil nama Allah Yang Maha Tunggal, menyebut nama Allah dengan takdhim, berdoa dan bermunajat, mereka ini sesat dan di neraka?,
Orang yg berpendapat ini berarti ia telah mengatakan seluruh nama nama diatas adalah penduduk neraka termasuk Umar bin Khattab ra dan seluruh sahabat, dan seluruh tabi?in, dan seluruh ulama ahlussunnah waljama'ah termasuk Sayyidina Muhammad saw, yg juga diperintah Allah untuk duduk bersama kelompok orang yg berdoa, dan beliau lah saw yg mengajarkan doa bersama sama.

Kita di Majelis Majelis menjaharkan lafadz doa dan munajat untuk menyaingi panggung panggung maksiat yg setiap malam menggelegar dengan dahsyatnya menghancurkan telinga, berpuluh ribu pemuda dan remaja MEMUJA manusia manusia pendosa dan mengelu elukan nama mereka.. menangis menjilati ludah dan air seni mereka..
Salahkah bila ada sekelompok pemuda mengelu-elukan nama Allah Yang Maha Tunggal?, menggemakan nama Allah?,
Ah..ah..ah..apakah Nama Allah sudah tak boleh dikumandangkan lagi dimuka bumi?.??!!
Seribu dalil mereka cari agar Nama Allah tak lagi dikumandangkan.. cukup berbisik bisik..!, sama dengan komunis yg melarang meneriakkan nama Allah, dan melarang kumpulan dzikir..
Adakah kita masih bisa menganggap kelompok wahabi ini adalah madzhab..?!!

Kita Ahlussunnah waljama?ah berdoa, berdzikir, dengan sirran wa jahran, di dalam hati, dalam kesendirian, dan bersama sama.
Sebagaimana Hadist Qudsiy Allah swt berfirman : "BILA IA (HAMBAKU) MENYEBUT NAMAKU DALAM DIRINYA, MAKA AKU MENGINGATNYA DALAM DIRIKU, BILA MEREKA MENYEBUT NAMAKAU DALAM KELOMPOK BESAR, MAKA AKUPUN MENYEBUT (membanggakan) NAMA MEREKA DALAM KELOMPOK YG LEBIH BESAR DAN LEBIH MULIA". (HR Bukhari Muslim).

Memang ada banyak hadits yang menjelaskan keutamaan mengeraskan bacaan dzikir, sebagaimana juga banyak sabda Nabi SAW yang menganjurkan untuk berdzikir dengan suara yang pelan. Namun sebenarnya hadits itu tidak bertentangan, karena masing-masing memiliki tempatnya sendiri-sendiri. Yakni disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Contoh hadits yang menganjurkan untuk mengeraskan dzikir riwayat Ibnu Abbas berikut ini: “Aku mengetahui dan mendengarnya (berdzikir dan berdoa dengan suara keras) apabila mereka selesai melaksanakan shalat dan hendak meninggalkan masjid.” (HR Bukhari dan Muslim)
Ibnu Adra’ berkata: “Pernah Saya berjalan bersama Rasulullah SAW lalu bertemu dengan seorang laki-laki di Masjid yang sedang mengeraskan suaranya untuk berdzikir. Saya berkata, wahai Rasulullah mungkin dia (melakukan itu) dalam keadaan riya’. Rasulullah SAW menjawab: “Tidak, tapi dia sedang mencari ketenangan.”
Hadits lainnya justru menjelaskan keutamaan berdzikir secara pelan. Sa’d bin Malik meriwayatkan Rasulullah saw bersabda, “Keutamaan dzikir adalah yang pelan (sirr), dan sebaik rizki adalah sesuatu yang mencukupi.” Bagaimana menyikapi dua hadits yang seakan-akan kontradiktif itu. berikut penjelasan Imam Nawawi:
“Imam Nawawi menkompromikan (al jam’u wat taufiq) antara dua hadits yang mensunnahkan mengeraskan suara dzikir dan hadist yang mensunnahkan memelankan suara dzikir tersebut, bahwa memelankan dzikir itu lebih utama sekiranya ada kekhawatiran akan riya’, mengganggu orang yang shalat atau orang tidur, dan mengeraskan dzikir lebih utama jika lebih banyak mendatangkan manfaat seperti agar kumandang dzikir itu bisa sampai kepada orang yang ingin mendengar, dapat mengingatkan hati orang yang lalai, terus merenungkan dan menghayati dzikir, mengkonsentrasikan pendengaran jama’ah, menghilangkan ngantuk serta menambah semangat.” (Ruhul Bayan, Juz III: h. 306).

11 Maret, 2009

Mengenal Sifat dan Fisik Nabi Muhammad SAW

Semoga lewat penjelasan dari berbagai hadits shoheh berikut ini, dapatlah kiranya membuat kita semakin mencintai Baginda Rasulullah Muhammad shallallahi ‘alaihi wa sallam, amiin…

• Anas bin Malik r.a. meriwayatkan,
“Postur tubuh Rasulullah saw. Tidak terlalu tinggi dan tidak pendek. Kulit beliau tidak terlalu putih dan tidak gelap. Rambut beliau tidak terlalu keriting dan tidak lurus tergerai. Allah SWT.mengutus beliau, sebagai Rasul, ketika beliau memasuki usia yang keempat puluh. Beliau tinggal di Mekah selama sepuluh tahun, dan beliau tinggal di Madinah selama sepuluh tahun. Beliau wafat ketika dalam usianya yang keenam puluh tahun, sementara uban di rambut dan jenggot beliau tidak mencapai dua puluh helai.” (HR Tarmidzi, Bukhari, Muslim, Malik, dan Ahmad)

• Anas bin Malik r.a. meriwayatkan,
“Rasulullah saw. Memiliki perawakan yang sedang, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek. Tubuh beliau menarik. Rambut beliau tidak terlalu keriting dan tidak pula lurus tergerai. Warna kulit beliau berwarna coklat. Ketika berjalan, tubuh beliau bergoyang.” (HR Tirmidzi, Bukharu, Muslim, dan Ahmad)

• Al-Bara’ bin Azib r.a. meriwayatkan,
“Postur tubuh Rasulullah saw. Sedang (tidak tinggi dan tidak pendek). Bagian badan di antara kedua pundaknya lebar. Rambut beliau lebat, ujungnya menyentuh daun telinga bagian bawah. Beliau memiliki baju berwarna merah. Saya belum pernah melihat seseorang yang lebih tampan daripada beliau.” (HR Tirmidzi, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad)

• Ali bin Abi Thalib menggambarkan karakter fisik Rasulullah saw.,
“Postur tubuh Rasulullah saw. Tidak terlalu tinggi dan terlalu pendek. Beliaumemiliki perawakan yang sedang dibandingkan kaumnya. Rambut beliau tidak terlalu keriting dan tidak lurus tergerai. Beliau berambut ikal, tidak gemuk, dan wajah beliau tidak terlalu bulat. Kulit beliau putih kemerah-merahan. Beliau memiliki bola mata yang hitam pekat, bulu mata yang lentik, serta bahu yang lebar tidak berbulu. Dada beliau berbulu. Telapak tangan dan kaki beliau tebal. Ketika berjalan, beliau seakan-akan melangkah menuruni tanah yang landai. Ketik menoleh, bliau menoleh (berbalik) dengan seluruh badan. Di antara kedua bahu beliau terdapat tanda kenabian. Beliau adalah nabi terakhir, manusia yang paling lapang dada, ucapannya paling bisa dipecaya, karakternya paling lembut, dan cara bergaulnya paling mulia. Siapapun yang pertama kali melihat beliau, pasti akan segan. Tetapi, orang yang telah lama bergaul dengan beliau pasti mencintai beliau. Siapapun yang mencoba menggambarkan karakter beliau pasti berkata,’Aku tidak pernah melihat seseorang pun yang sama seperti Rasulullah saw, baik sebelum maupun setelah beliau (wafat).’ “ (HR tirmidzi, Ibnu Sa’d dan Baihaqi)

• Hasan bin Ali r.a. meriwayatkan,
“Saya pernah bertanya pada paman saya, Hindun ibnu Abi Halah—yang sangat pandai menggambarkan sesuatu – tentang karakteristik fisik Rasulullah saw. Saya menginginkan agar ia menggambarkan sifat-sifat beliau yang mirip dengan sifat-sifat saya. Hindun menjawab,”Tubuh Rasulullah saw. Besar. Wajah beliau bersinar seperti bulan purnama. Postur tubuh beliau lebih tinggi daripada ukuran tubuh yang biasa serta lebih pendek dari pada ukuran tubuh orang yang jangkung dan kerempeng. Kepala beliau besar dan rambut beliau ikal. Apabila rambut beliau mulai memanjang, maka beliau pun menyisirnya. Jika tidak (disisir), maka ketika rambut beliau ketika tergerai, tidak pernah melebihi bagian bawah daun telinga beliau. Kulit beliau cerah, putih kemerah-merahan. Dahi beliau lebar, alis beliau melengkung,dan panjang; kedua alisnya hampir menyatu. Diantara kedua alis tersebut, terdapat urat yang memerah ketika beliau marah. Beliau memiliki hidung yang mancung dengan bagian atas yang bercahaya sehingga orang yang tidak memperhatikan dengan cermat akan mengira bahwa hidung beliau bengkok. Jenggot beliau lebat dan kedua pipi beliau datar. Mulut beliau lebar, antara gigi dan gigi beliau yang lain berjarak, dada beliau berbulu halus. Leker beliau jenjang dan indah. Postur tubuh beliau bagus dan gemuk ideal. Perut beliau sama rata dengan dada. Dada beliau lebar. Tubuh antara dua bahu beliau juga lebar. Persendian tubuh beliau besar, sementara bagian tubuh yang tidak berbulu tampak bercahaya. Di antara bagian atas dada dan pusar beliau, terdapat bulu tipis yang tampak seperti garis. Tetapi, kedua susu dan perut beliau tidak berbulu. Tangan, pundak, dan dada bagian atas beliau berbulu tipis. Tangan beliau panjang, telapak tangan beliau lebar, telapak tangan dan jari beliau tebal, dan jari –jemari beliau panjang. Di tengah-tengah telapak kaki beliau tidak menyentuh tanah. Kedua telapak kaki beliau begitu halus sehingga air pun tidak menempel – air yang mengenainya langsung hilang, tanpa meninggalkan bekas. Ketiak berjalan, tubuh beliau bergoyang. Beliau berjalan dengan tenang dan dengan langkah yang lebar. Ketika beliau sedang jalan seakan-akan beliau sedang menuruni tanah yang landai. Ketika menoleh, beliau menoleh (berbalik) dengan seluruh badan beliau. Beliau sering menundukan pandangan – beliau lebih sering memandang ke bawah dari pada mendongak ke atas. Beliau selalu melihat sesuatu dengan penuh perhatian. Ketika berjalan bersama para sahabat, beliau selalu membiarkan mereka berjalan di depan, dan setiap kali bertemu dengan seseorang, beliau selalu mengucapkan salam terlebih dahulu.” (HR Tirmidzi, Ibnu Sa’d, Baihaqi, dan Ibnu Adi)

• Jabir bn Samurah r.a. meriwayatkan,
“Saya melihat Rasulullah saw. pada sebuah malam yang terang benderang oleh cahaya bulan. Beliau mengenakan baju berwarna merah. Saya menatap beliau dan memandang bulan. Sungguh, menurutku, beliau lebih indah daripada bulan.” (HR Tirmidzi, Darimi, Abu Syaikh, Hakim, dan Tabrani)

• Diriwayatkan bahwa seorang lelaki bertanya kepada al-Bara’ ibnu Azib r.a.,
“Apakah wajah Rasulullah saw. (berkilau) seperti pedang?’Al-Bara’ menjawab,’Tidak. Wajah beliau bagaikan bulan.” (HR Tirmidzi, Bukhari,Darimi, dan Ahmad)

• Abu Hurairah .r.a. meriwayatkan bahwa RAsulullah saw. Bersabda,
“Para nabi diperlihatkan kepadaku. Aku melihat Musa as.: ternyata ia seperti seorang laki-laki dari Syanuah1. Aku melihat Isa ibnu Maryam as.; ternyata orang yang kulihat paling mirip dengannya adalah Urwah Ibnu Mas’ud.2 kemudian aku juga melihat Ibrahim as.; ternyata orang yang kulihat paling mirip dengannya adalah sahabat kalian ini (maksudnya, Rasulullah saw. Sendiri). Lalu kulihat jibril as.; dan ternyata orang yang kulihat paling mirip dengannya adalah Dihyah.” (HR Tirmidzi, Muslim ,dan Ahmad)

1. Syanuah adalah nama kabilah di Yaman. Orang-orang dari kabilah ini biasanya memiliki tubuh yang tidak terlalu gemuk dan tidak terlalu kurus.

2. Urwah ibnu Mas’ud ats-tsaqafi adalah lelaki yang di utus oleh kaum Quraisy untuk menemui Rasulullah saw. Saat perjanjian Hubaidiyah, kemudian ia masuk Islam pad athun 9 hijriah. Urwah ini lah yang di maksud dalam firman Allah swt.
“Mengapa al-Qur’an ini tidak di turunkan kepada orang besar(kaya dan berpengaruh) dari salah satu dua negeri ini (Mekah dan taif)?” (az-Zukhruf [43]: 31)

3. Dihyah al-Kalbi adalah seorang sahabat yng turut serta dalam banyak peperangan bersama Rasulullah saw. Setelah perang badar. Ia juga turut dalam peristiwa Bai’tur-Ridhwan. Jibril sering kali mendatangi Rasulullah saw. Dengan menyerupai Dihyah ini. Dihyah sendiri tinggal di Syam, lalu pindah ke Miszzh hingga ia wafat di sana pada masa pemerintahan Mu’awiyah. Dihyah pulalah yang diutus Rasulullah saw. Untuk menemui Heraklius.

• Sa’id Al-Jurairi meriwayatkan bahwa Abu Thufail berkata,
“Saya pernah melihat Nabi saw., dan tidak ada lagi di muka bumi ini seorang pun yang pernah melihat beliau selain diriku.’ Sa’id bertanya,’Gambarkanlah beliau kepadaku!’ Abu Thufail berkata, ‘ beliau putih, elok, dan sedang (tidak gemuk dan tdak kurus; tudak tinggi dan tidak pendek).” (HR Tirmidzi, Muslim, Baihaqi Ibnu Sa’d, dan Bagawi)

• Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan,
“Gigi depan Rasulullah saw. Tampaknya renggang. Ketika berbicara, diantara gigi depan beliau itu seperti keluar cahaya.” (HR Tirmidzi, Bagawi, Darimi, Baihaqi dan Thabrani).

Tanda Kenabian Rasulullah SAW.

Sa’id bin Yazid r.a. meriwayatkan,
“Bibi membawa saya menghadap Nabi saw. Bibi berkata,’Wahai Rasulullah! Keponakanku ini sakit. ’Maka, Beliau mengusap kepalaku dan mendoakan keberkahan untuk saya, lalu beliau berwudhu, kemudian saya meminum bekas air wudhu beliau. Setelah itu, saya berdiri di belakang beliau, seketika saya melihat tanda kenabian di antara kedua pundak beliau, bentuknya seperti kancing tirai.” (HR tirmidzi, Bukhari, Muslim, dan Thabrani)

• Jahir bin Samurah r.a. meriwayatkan,
“Saya melihat tanda kenabian di antara kedua pundak Rasulullah saw. Yaitu daging berwarna merah sebesar telur burung merpati.”(HR Tirmidzi,Muslim dan Ahmad)

• Rumaitsah r.a. juga meriwatkan,
“Saya mendengar Rasulullah saw. _ saya sangat dekat dengan beliau sehingga seandainya aku mau mencium tanda kenabian yang ada di antara kedua pundak beliau, niscaya saya bisa melakukannya- berkata kepada Sa’d bin Muadz ketika ia wafat,’Karena kematian Sa’ad’Arsy Allah bergetar.’ “ (HR Tirmidzi dan Ahmad)

• Ibrahim bin Muhammad meriwayatkan,
“Jika Ali bin Abi Thalib r.a. menggambarkan karakteristik fisik Rasulullah saw. Kemudian Ibrahim menyebutkan sebuah Hadist yang panjang – ia berkata,’Di antara kedua pundak beliau ada tanda kenabian, dan beliau adalah penutup para nabi.’ “(HR Tirmidzi,Ibnu Sa’d,Baihaqi)

Abu Zaid Amru bin Al-Akhthab al-Anshari r.a. berkata kepada Ilba’bin Ahmar,
“Rasulullah saw. Pernah berkata kepada saya,’Wahai Abu Zaid! Mendekatlah dan usaplah punggungku !’ Maka saya pun mengusap punggung beliau, seketika jari-jemari saya menyentuh tanda(kenabian).’ Ilba’ bertanya,’seperti apa tanda kenabian itu?’ Abu zaid menjawab,’ Gumpalan rambut.’ “ (HR Tirmidzi dan Ahmad)

• Abu Buraidah r.a meriwayatkan,
“Ketika Rasulullah saw. Baru tiba di Madinah, Salman al-Farisi1 mendatangi beliau dengan membawa meja makan berisi kurma seraya meletakannya di hadapan beliau. Rasulullah saw. Bertanya, ‘Wahai Salman, apa ini?’ Salman menjawab,’ Ini adalah sedekah untuk engkau dan sahabat engkau.’ Maka beliau menjawab,’ Bawalah kurmamu ini. Sungguh kami tidak (boleh) menerima sedekah.’ Salman pun membawanya. Keesokan harinya, ia kembali datang dengan membawa kurma yang sama seraya meletakannya di hadapan beliau. Beliau pun kembali bertanya,’Wahai Salaman apa ini?’ Salman menjawab, ‘Ini adalah hadiah untuk engkau.’ Maka beliau berkata pada para sahabat beliau, ‘berkumpullah (untuk makan)!’ saat itu, Salman melihat tanda kenabian di punggung Rasulullah saw. Maka ia pun beriman kepada beliau. Setelah itu, Rasulullah membeli sebidang tanah dari seorang Yahudi dengan harga sekian dirham untuk ditanami dengan pohon kurma. Di Tanah itulah Salman bekerja hingga bisa menghidupi dirinya sendiri. Seluruh pohon itu ditanam sendiri oleh Rasulullah saw. Keculai sebatan pohon yang di tanam oleh Umar. Maka kurma-kurma itu berbuah pada tahun itu juga, keculai sebatang pohon yang ditanam Umar. Rasulullah saw,bertanya, ‘Ada apa dengan sebatang pohon ini?’ Umar menjawab, ‘ Wahai Rasulullah sayalah yang menanamnya.’ Seketika, beliau segera mencabut itu lalu menanamnya kembali. Maka pohon itu pun berbuah pada tahun itu juga.” (HR Tirmidzi dan Ahmad)

Salaman al-Farisi adalah seorang sahabat terkemuka. Nama “al-Farisi” berasal dari kata Fâris yang berarti Persia. Dikisahkan bahwa Salman mendengar beberapa Rahib meramalkan munculnya seorang nabi di tanah Hijaz. Para rahib itu menerangkan karakteristik nabi itu, antara lain, bahwa beliau menerima hadiah,tetapi tidak menerima sedekah, serta adanya tanda kenabian di tubuh beliau. Salman pun ingin membuktikan hal itu. Maka ia melakukannya. Ia pun masuk Islam.

• Abdullah bin Sarjis r.a. meriwayatkan,
“Saya pernah mendatangi Rasulullah saw. Ketika beliau sedang bersama sekelompok sahabat. Saya mondar-mandir di belakang beliau. Beliau pun mengetahui apa yang saya inginkan. Maka beliau melepas selendang yang menutupi punggung beliau. Saya melihat tanda kenabian di pundak beliau sebesar kepalan tangan. Di sekelilingnya ada titik-titik seperti kutil, kemudian saya maju kehadapan beliau dan berkata, Wahai Rasulullah.’ Beliau menjawab,’ Semoga engkau pun begitu.’ Orang-orang bertanya kepada Abdullah,’benarkah Rasulullah saw. Memohonkan ampunan untukmu?’ Abdullah membaca ayat,’…dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan…’ (Muhammad [47]: 19).” (HR Tirmidzi, Muslim,Ahmad, Ibnu

Uban Rasulullah

• Qatadah meriwayatkan,
“Saya bertanya kepada Anas bin Malik,’Apakah Rasulullah saw. Mewarnai rambutnya? Ia menjawab, “Rasulullah saw. tidak pernah melakukannya, meski pada kedua pelipisnya terdapat uban. Tetapi, Abu Bakar pernai mewarnai rambutnya dengan inai dan al-katm. “ (HR Tirmidzi,Bukhari,Muslim,Nasa’i,Ahmad, dan Abu Dawud)

• Anas bin Malik meriwayatkan,
“Saya hanya dapat menemukan empat belas uban pada rambut dan jenggot Rasulullah saw.” (HR Tirmidzi,dan Ahmad)

• Jabir bin Samurah meriwayatkan,
“Jika Rasulullah saw. memakai minyak rambut, uban beliau tidak terlihat.Tapi, ketika beliau tidak memakai minyak rambut, nampaklah uban beliau.” (HR Tirmidzi,Muslim,Nasa’i,dan Ahmad)

• Ibnu Abbas meriwayatkan,
“Abu Bakar berkata kepada Rasulullah saw., ‘Wahai Rasulullah, anda telah beruban.’ Maka beliau bersabda,’ Yang membuatku beruban adalah surah Hud, al-Waqi’ah, al-Mursalat, an-Naba’, dan surah at-Takwir.’ “ ( HR Tirmidzi,Ibnu Sa’d, dan Hakim)

• Abu Ramtsah at-Taimi meriwayatkan,
“Saya mendatangi Nabi bersama anak saya, kemudian saya menunjukan Rasulullah kepada anak saya dan berkata, ‘ Inilah Nabi Allah SWT. ‘Beliau mengenakan dua helai pakaian hijau. Beliau memiliki rambut yang telah beruban. Uban beliau berwarna merah.’ “
(HR Tirmidzi,Abu Dawud, Nasa’i, dan Ahmad)

• Sammak bin Harb meriwayatkan,
“Seseorang bertanya kepada Jabir bin Samurah,’ Apakah di rambut Raulullah saw. Ada uban?’ Jabir menjawab, ‘ Rambut Rasulullah saw. tidak beruban, kecuali dibelahan rambutnya yang tertutup minyak rambut ketika beliau memakainya.’ “ (HR.Tirmidzi,Muslim,Nasa’i,dan Ahmad)

Menyemir Rambut

• Abu Ramtsah meriwayatkan,
“Saya mendatangi Rasulullah saw. bersama anakku. Beliau bertanya, Apakah ini anakmu? ‘ Saya menjawab,’ Ya, dia benar-benar anakku.’ Beliau berkata, ‘ia tidak akan di bebani oleh dosamu dan kamu tidak akan di bebabni dengan dosanya.’ Saat itu saya melihat uban Rasulullah saw. Berwarna merah. “(HR Tirmidzi,Abu Dawud,Nasa’i, Dan Ahmad)

Tirmidzi mengatakan, “Hadits inilah yang paling baik daripada hadits yang lain dalam hal menjelaskan tentang uban Rasulullah saw. Hadits ini juga menjelaskan apa yang dimaksud dalam riwayat-riwayat lain yang sama-sama sahih bahwa rambut Rasulullah saw. tidak sampai beruban.” Sedangkan nama Ali Abu Ramstsah adalah Rifa’ah bin Yatsribi at-Taimi.

• Utsman bin Mauhab meriwayatkan,
“Abu Hurairah r.a pernah ditanya, ‘Apakah Rasulullah saw. Mewarnai rambutnya?. Abu Hurairah mengiyakan.” (HR Tirmidzi)
Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Awanah, dari Utsman bin Abdullah bin Mauhab, dari Ummu Salamah.”

• Jahdzamah al-Khashashiyah meriwayatkan,
“Saya melihat Rasulullah keluar rumah dan mengeringkan rambut beliau dengan handuk. Saat itu, beliau baru saja mandi. Saya melihat pewarna dari daun inai di rambut beliau.’ Tirmidzi berkata, ‘Guruku ragu apakah periwaatan sebelumnya menggunakan redaksi ‘rad’un’ atau ‘radghun’.” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad)

2. Anas meriwayatkan,
“Saya melihat rambut Rasulullah saw. disemir.” (HR Tirmidzi dan Muslim)

1. Rasulullah saw. Mengganti namanya menjadi Laila. Sedangkan al-Khashashiyah berasal dari nama ibunya.
2. Rad,un adalah bahan pewarna. Terbuat dari daun Za’faran dan rus. Sedangkan radghun adalah gumpalan pewarna yang menempel di kepala, baik terbuat dari daun pacar, Za’faran, maupun yang lainnya. Guru dari imam Tirmidzi yang di maksud dalam hadits di atas adalah Ibrahim bin Harun.
3. Pendapat yang paling kuat menyatakan bahwa Rasulullah saw. memang pernah menggunakan pewarna rambut. Tetapi, beliau hanya menggunakan sesekali.. Hal itu diperkuat oleh hadits yang di riwayatkan oleh Ibnu Umar dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim- sebuah hadits yang tidak mungkin diragukan serta tidak mungkin ditafsirkan dengan cara lain. Wallahu a’lam.

Bercelak

• Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Hendaklah kalian bercelak dengan menggunakan batu celak (al-itsmid), sebab celak dapat memperjelas penglihatan dan menumbuhkan bulu (mata).” (HR Tirmidzi, dan Abu Dawud ath-Thayalisi).

Ibnu Abbas juga berkata,
“Rasulullah saw.. memiliki sebuah wadah celak yang beliau gunakan untuk bercelak setiap malam, sebanyak tiga kali ke sini (Mata kanan) dan sebanyak tiga kali ke sini( mata kiri).” (HR Tirmidzi,Ibnu Majah,Ahmad,dan Hakim)

• Ibnu Abbas meriwayatkan,
“Sebelum tidur, Rasulullah saw. (suka) Memakai celak degan menggunakan batu celah (al-itsmid), sebanyak tiga kali di tiap-tiap mata beliau.” (HR Tirmidzi)

Yazid bin Harun meriwayatkan,
“Rasulullah saw. memiliki sebuah wadah celak yang beliau gunakan untuk bercelak setiap kali hendak tidur, sebanyak tiga kali di tiap-tiap mata beliau.” (HR Tirmidzi)

• JAbir bin Abdullah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. Bersabda,
“Hendaklah kalian bercelak dengan menggunakan batu celak (al-itsmid), ketika hendak tidur, sebab celak dapat memperjelas penglihatan dan menumbuhkan bulu (mata).”

• Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“Alat celak yang paling baik bagi kalian adalah batu celak (al-itsmid) karena hal itu dapat memperjelas penglihatan dan menumbuhkan bulu (mata).” (HR Tirmidzi,Abu Dawud, Ibnu Majah,Nasa’i, dan Ahmad)

• Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“Hendaklah kalian (Memakai celak) dengan menggunakan batu celak (al-itsmid), ketika hendak tidur, sebab celak dapat memperjelas penglihatan dan menumbuhkan bulu mata.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Adi)

Berpakaian

• Ummu Salamah meriwayatkan,
“Pakaian yang paling disukai oleh Rasulullah saw. adalah baju gamis.” (HR Tirmidzi dan Abu Dawud)

• Ummu Salamah meriwayatkan, (dengan sanad yang berbeda),
“Pakaian yang paling disukai oleh Rasulullah saw. adalah baju gamis.” (HR Tirmidzi dan Abu Dawud)

• Asma’ binti Yazid meriwayatkan,
“(Panjang) lengan baju Rasulullah saw. Hingga pergelangan tangan.” (HR.Tirmidzi,Nasa’i,dan Abu Dawud)

• Qurrah meriwayatkan,
“Saya pernah mendatangi Rasulullah saw. bersama sekelompok orang dari kabilah Muzainah untuk berbai’at kepada beliau. Saat itu, pakaiana beliau terbuka—barangkali ia mengatakan bahwa kancing baju Rasulullah terlepas. Kemudian saya memasukan tangan ke dalam saku baju beliau, maka tangan saya menyentuh sebuah cincin.” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu majah, Ibnu Hibban, dan Ahmad)

• Anas bin Malik meriwayatkan,
“Suatu hari, Nabi saw. keluar rumah dengan bertelakan kepada Usamah bin Zaid. Ketika itu, beliau mengenakan pakaian dari daerah Qithr yang melakat di pundak beliau, kemudian beliau melaksanakan shalat berjamaah bersama para sahabat.” (HR Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Hibban)

• Abu Sa’id al-Khudri meriwayatkan,
“Apabila Rasulullah saw. mengenakan pakaian baru, beliau menamakan pakaian itu dengan namanya, seperti serban, baju, atau selendang. Setelah itu, beliau berdoa, ‘Ya Allah Segala puji hanya bagi-MU, sebagaimana Engkau telah memberi aku pakaian. Aku mohon kepada-Mu kabaikan pakaian ini, serta kebaikan sesuatu yang diciptakan untuknya. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan pakaian ini, serta keburukan sesuatu yang diciptakan untuknya.” (HR Tirmidzi,Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan Ahmad)

• Anas bin Malik meriwayatkan,
“Pakaian yang paling disukai Rasulullah saw. adalah hibarah (jenis pakaian berasal dari Negara Yaman).” (HR Tirmidzi,Bukhari,Muslim, Abu Dawud,Nasa’i, dan Ahmad)

• Abu juhaifah meriwayatkan,
“Saya melihat Rasulullah saw. mengenakan pakaian berwarna merah, seakan-akan saya bisa melihat kilauan dari betis beliau.’ Sufyan berkata,’ Hemat saya, yang dimaksud dengan pakaian berwarna merah itu adalah Hibarah. “ (HR Tirmidzi, Bukhari, Muslim, Dan Ahmad)

• Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“Hendaklah kalian mengenakan pakaian yang berwarna putih; orang-orang yang masih hidup di antara kalian, hendaklah mengenakan pakaian berwarna putih. Dan orang-orang yang telah meninggal dunia, hendaklah dikafani dengan kain yang berwarna putih. Sungguh, pakaian berwarna putih itu merupakan bagian pakaian yang paling baik bagi kalian.” (HR.Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah,dan Ahmad)

• Samurah bin Jundab meriwayatkan bahwa Rasulullah saw, bersabda,
“Hendaklah kalian mengenakan pakaian berwarna putih. Sungguh, pakaian berwarna putih itu lebih suci dan lebih baik bagi kalian. Dan hendaklah kalian mengafani orang-orang yang meninggal dunia dengan kain kafan yang berwarna putih.” (HR Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Abu Dawud ath-Thayalisi, Baihaqi, dan Hakim)

• Aisyah meriwayatkan,
“Pada suatu pagi, Rasulullah saw. keluar dengan mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu-bulu berwarna hitam.” (HR Tirmidzi,Muslim,dan Ahmad)

• Mughirah bin Syu’bah meriwayatkan,
“Rasulullah saw. pernah mengenakan jubah Romawi, dimana lengan jubah itu sempit.” (HR Tirmidzi,Bukhari,Muslim,Abu Dawud,Nasa’I,dan Ahmad)

Kehidupan Rasulullah

• Muhammad bin Sirin meriwayatkan,
“Suatu hari, kami bersama Abu Hurairah r.a.. yang sedang mengenakan pakaian berwarna merah tanah dan terbuat dari katun. Kemudian Abu Hurairah membuang ingus pada salah satu dari kedua pakaiannya itu. Ia berkata, ‘Wah ! wah !’ Lalu ia kembali membuang ingus pada pakaiannya. Ketika itu, saya tersungkur ke tanah, tepat di antara mimbar Rasulullah saw. dan kamar Aisyah; saya nyaris pingsan karena kelaparan. Kemudian seseorang datang dan meletakan kakinya di atas leher saya, ia mengira bahwa saya orang gila. Padahal, saya bukan orang gila. Saya hanya kelaparan.” (HR Tirmidzi dan Bukhari)

• Malik bin Dinar meriwayatkan,
“Rasulullah saw. sama sekali tidak pernah memakan roti ataupun daging sampai kenyang kecuali ketika dhafaf.’ Malik bin Dinar berkata, ‘ Saya bertanya kepada seorang pendududuk Badui,’ Apa yang di maksud dengan Dhafaf? ‘ ia menjawab, ‘Yaitu ketika seseorang mengonsumsi makanan bersama orang banyak. ‘ “ (HR Tirmidzi)

Sepatu Rasulullah

• Buraidah meriwayatkan,
“Suatu pagi, raja Najasyi1 memberi hadiah sepasang sepatu berwarna hitam pekat kepada Rasulullah saw. Beliau pun memakainya, kemudian berwudhu dan mengusap sepatu tersebut.” (HR Trmidzi,Ibnu Majah,dan Ahmad)

Najasyi adalah gelar yang diberikan kepada raja Habyi. Pada masa Rasulullah saw.,nama raja Habsyi itu adalah Ashhamah. Ia adalah salah satu raja yang di ajak Nabi saw. untuk memeluk Islam. Ajakan itu disampaikan melalui surat yang diantar oleh Amru bin Umayah adh-Dhamri. Berdasarkan pendapat mayoritas sejarawan, Najasyi masuk Islam pada tahun ke enam Hijriah.

• Mughirah bin Syu’bah meriwayatkan,
“Dihyah pernah memberi hadiah sepasang sepatu kepada Rasulullah saw.beliau pun memakainya. “ (HR Tirmidzi)

Di dalam hadits yang di riwayatkan oleh Amir, Hadits di atas ditambahkan dengan redaksi berikut ini,
“…dan jubah. Kemudian NAbi saw. memakai keduanya hingga rusak. Beliau tidak mengetahui: Apakah (Sepatu dan jubah itu) berasal dari kulit binatang yang disembelih dengan cara yang sesuai dengan Syariat atau tidak.” (HR Tirmidzi)
Bentuk sandal Rasulullah

• Qatadah meriwayatkan,
“Saya bertanya kepada Anas bin Malik,’ bagaimana bentuk sandal Rasulullah saw.?’ Anas bin Malik menjawab, ’Sepasang sandal beliau menggunakan dua buah qibal.“ (HR.Tiimidzi,Bukhari,Abu Dawud,Ibnu Majah,dan Ahmad)
Qibal adalah pelana sandal, yaitu batas depan sandal berupa tali yang diletakkan di antara dua jari kaki.

• Isa bin Thahman meriwayatkan,
“Suatu ketika, Anas bin MAlik memperlihatkan sepasang sandal yang gundul tak berbulu dan menggunakan dua qibal kepada kami. Kemudian Tsabit memberitahukan kepada saya- Bahwa menurut Anas- kedua sandal itu adalah milik Rasulullah saw. “ (HR Tirmidzi dan Bukhari)

• Ubaid bin Juraij pernah berkata kepada Ibnu Umar, ‘Saya pernah melihat anda menggunakan sandal sibtiyyah (gundul tanpa bulu).” Ibnu Umar berkata,
“Saya melihat Rasulullah saw. Menggunakan sandal yang gundul tak berbulu. Beliau pun berwudhu tanpa melepaskannya. Karena itu, saya pun suka menggunakannya.” (HR.Tirmidzi,Bukhari,Abu Dawud,MAlik,dan Ahmad)

• Amru bin Huraits meriwayatkan,
“Saya melihat Rasulullah saw.mendirikan shalat dengan menggunakan sepasang sandal yang berlubang (bertambal).” (HR Tirmidzi dan Ahmad)

• Abu Hurairah meriwayatkan,
“Salah seorang di antara kalian tidak boleh berjalan dengan menggunakan satu sandal (bukan sepasang). Hendaklah ia menggunakan atau melepaskan keduanya.” (HR..Tirmidzi,Bukhari,Muslim,Abu Dawud,Ahmad,MAlik,dan Ibnu Majah)

• Jabir meriwayatkan,
“Nabi saw. melarang seseorang untuk makan menggunakan tangan kiri atau berjalan menggunakan satu sandal.” (HR Tirmidzi,Muslim, Abu Dawud, Malik,dan Ahmad)

• Abu Hurairah meriwayatkan,
“Apabila salah seorang di antara kalian menggunakan sandal, hendaklah ia memulai dari kaki kanan. Dan ketika ia melepaskannya, hendaklah ia memulai dari kaki kiri. Jadikan kaki kanan sebagai kaki pertama menggunakan sandal dan kaki kanan terakhir ketika melepaskannya. “ (HR Tirmidzi, Bukhari, Abu Dawud,Ahmad,dan Humaidi)

• Abu Hurairah meriwayatkan,
“Sandal Rasulullah saw., Abu Bakar dan Umar r.a. menggunakan dua qibal. Utsman r.a. yang pertama kali menggunakan sandal dengan satu ikatan. “ (HR Tirmidzi)

Rambut Rasulullah SAW.

Bismillahirrohmanirrohiim
Assalamu’alaikum warohmatullah wa barokaatu.

Alhamdulillaah, washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa shahbihi wa man walah
Amma ba’du.
Saudara-saudari kami terkasih rahima kumullah…
Semoga lewat penjelasan dari berbagai hadits shoheh berikut ini, dapatlah kiranya membuat kita semakin mencintai Baginda Rasulullah Muhammad shallallahi ‘alaihi wa sallam, amiin…

Rambut Rasulullah

• Anas bin Malik Meriwayatkan,
“Panjang rambut Rasulullah saw. sampai di setengah telinga beliau.” (HR Tirmidzi,Muslim,Abu Dawud,Nasa’I,dan Ahmad)

• Diriwayatkan bahwa Aisyah berkata,
“Saya pernah mandi bersama Rasulullah saw. dari satu wadah (air). Beliau memiliki rambut yang panjangnya tidak sampai di pundak dan tidak sampai di bagian bawah daun telinga.” (HR Tirmidzi,Ibnu Majah,Abu Dawud, dan Ahmad)
• Qatadah bertanya pada Anas, ”seperti apa ciri-ciri rambut Rasulullah saw.?” Anas menjawab,
“Rambut RAsulullah saw. berada di tengah-tengah antara keriting dan lurus, sementara panjangnya mencapai bagian bawah daun telinganya.” (HR.Tirmidzi,Bukhari,Muslim,Nasa’I,dan Ahmad)

• Ummu hani’ binti Abu Thalib meriwayatkan,
“(Pada saat fat-hu Makkah’ penaklukan kota Mekah’), Rasulullah saw. memasuki kota Makah dengan rambut yang di ikat menjadi empat bagian.” (HR Tirmidzi,Abu Dawud,Ibnu Majah,dan Ahmad)

• Ibnu Abbas meriwayatkan,
“Pada awalnya Rasulullah saw. biasa membiarkan rambutnya beliau tergerai. Saat itu, orang-orang musyrik merapikan rambut mereka, sementara Ahlul-Kitab selalu membiarkan rambut mereka tergerai. Rasulullah saw. Lebih suka meniru perilaku Ahlul-Kitab selama belum ada ketentuan dari Allah. Kemudian Rasulullah saw. Selalu merapikan rambut beliau.” (HR Tirmidzi,Bukhari,Muslim,Abu Dawud, Ibnu Majah,dan Ahmad)
Kerapihan Rambut Rasulullah

• Anas bin MAlik meriwayatkan,
“Rasulullah saw. suka memperbanyak minyak rambut, merapikan jenggot, serta sering mengenakan penutup kepala hingga pakaian beliau menyerupai pakaian penjual minyak.” (HR Tirmidzi,dan Baihaqi)

• Aisyah meriwayatkan,
“Rasulullah saw. suka mendahulukan anggota tubuh yang kanan ketika bersuci, menyisir rambut, dan ketika mengenakan sandal..” (HR Tirmidzi,Bukhari,Muslim,Abu Dawud,Nasa’I,Ibnu Majah,Dan Ahmad)

• Abdullah bin Mughaffal meriwayatkan,
“Rasulullah saw. melarang kami untuk merapikan rambut dengan berlebihan, kecuali hanya sesekali.” (HR Tirmidzi,Abu Dawud,Nasa’i,dan Ahmad)

• Seorang sahabat Rasulullah saw. meriwayatkan kepada Humaid bin Abdurrahman,
“Rasulullah saw, hanya menyisir rambutnya sesekali.” (HR Tirmidzi)

Mengenal 7 tingkat Syurga dan Neraka

Tingkatan syurga seperti yang disebutkan Rasulullah dalam hadis yang diriwayatkan Tarmizi sebanyak seratus tingkatan. Namun di dalam Al-Quran disebutkan sebanyak tujuh tingkatan iaitu Jannatul Firdaus, Jannatul Naim, Jannatul Makwa, Jannatul Adnan, Jannatul Khuldi, Darus Salam dan Daruj Jalal.

Dan Penghuni Neraka seperti yang diterangkan dalam surah Al Baqarah 24 maksudnya: “Maka takutlah kamu kepada neraka yang bahan bakarnya ialah manusia dan batu-batu. Neraka itu disediakan bagi mereka yang kafir”.

Tingkatan Neraka antara lain; neraka Jahannam, Luza, Hathamah, Sair, Saqru, Jahim dan Hawiyah.
” Asyhadu ala ila ha ilallah Astaghfirullah Nas alluka ridhoka wal jannah ta wa naudzubika min sakhotika wannaar “

Mengenal 7 Tingkatan neraka

”Apakah orang yang mengikuti keridhaan Allah seperti orang yang mendapatkan kemurkaan dari Allah.” (QS. Âli Imran [3]:162).

1. Neraka jahanam, Jahannam
Adalah tingkat yang atas sekali. yaitu tempat mukminin,mukminat,muslimin dan muslimat yang melakukan dosa kecil maupun besar
“….Demi Neraka jahanam di datangkan untuk semua orang walaupun hanya lewat / mampir dalam 1 hari”
Firman Allah SWT:
“Bahwasanya orang-orang kafir dan orang aniaya itu tidak akan diampuni
Allah, dan tidak pula ditunjuki jalan, melainkan jalan ke Neraka
Jahannam. Mereka kekal dalam neraka itu selama-lamanya. Yang
demikian itu mudah sekali bagi Allah”
(Q.S. An-Nisa : 169)

2. Neraka ladhoh, Luza
Tingkat kedua yaitu tempat orang yang mendustakan agama
Firman Allah SWT :
“Sebab itu Kami beri kabar pertakut kamu dengan Neraka Luza (neraka
yang menyala-nyala). Tiada yang masuk kedalamnya selain orang yang
celaka. Yaitu orang yang mendustakan agama dan berpaling dari
pada-Nya.”
(Q.S. Al-Lail : 14-16)

3. Neraka Khutamah, Hathamah
Inilah neraka tingkat ketiga. yaitu yaitu tempat orang yang hanya lalai memikirkan dunianya tanpa mengerjakan kebutuhan/kepentingan untuk ibadahnya.
Harta yang membuat orang durhaka.
Firman Allah SWT :
”Tahukah engkau apakah Hathamah itu? Yaitu api neraka yang
menyala-nyala yang membakar hati manusia. Api yang ditutupkan kepada
mereka. Sedangkan mereka itu diikatkan pada tiang yang panjang.”
(Q.S. Al-Humazah : 4-9)

4. Neraka sair , Sair
Tingkat ke-empat yaitu yaitu tempat orang yang tidak mau mengeluarkan zakat atau bagi mereka yang mengeluarkan tapi tidak pada porsinya dan Dalam neraka ini ditempatkan orang yang memakan harta anak yatim. Didalam neraka ini mereka buta, pekak, dan kulitnya tebal seperti Jabal uhud.
Firman Allah SWT :
”Bahwasanya orang-orang yang memakan harta anak yatim dengan
aniaya, sesungguhnya mereka memakan api sepenuh perutnya. Dan nanti
mereka akan dimasukkan kedalam neraka Sair.”
(Q.S. An-Nisa : 10)

5. Neraka Sahkhor, Saqru
yaitu tempat orang yang tidak melaksanakan salat tempat orang yang berbohong tentang keberadaan Allah, menyembah selain Allah atau menyembah zat yang keluar dari sifat Allah dan Al quran,.
dalam kitab safina : “….orang yang tidak melaksanakan solat dihukumi sebagai hewan yang tidak ada harganya/ tidak ada manfaatnya “
“Didalam surga mereka saling bertanya dari hal orang berdosa. Apakah
sebabnya kamu masuk neraka Saqru? Karena kami tidak sholat, kami
tidak memberi makan orang miskin, kami percaya pada yang
bukan-bukan. Kami mendustakan hari kiamat.”
(Q.S. Al-Mudatsir : 40-46)

6. Neraka jahim , Jahim
Tingkat ke-enam yaitu ditempatkan orang kafir, orang yang mendustakan agama, yaitu orang-orang Islam yang berdosa. Mereka yang berbuat apa yang dilarang Tuhan. Umpamanya berzina, meminum khamar, dan membunuh tanpa hak.
Firman Allah SWT :
”Dan orang-orang yang kafir dan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat kami, mereka itilah penghuni neraka Jahim.”
(Q.S. Al-Maidah : 86)

7. Neraka Hawiyah, Hawiyah.
Inilah neraka yang berada dibawah sekali.neraka yang paling keras, yaitu tempat orang yang ketika matinya tidak membawa iman dan islam, apinya hitam dan sudah dibakar 1000 tahun lamanya, Alas atau kerak-kerak neraka. Disinilah tempat orang-orang yang berdoa berat. Mereka yang menjadi musuh nabi-nabi, seperti Firaun.
Firman Allah SWT :
”Dan barang siapa yang ringan timbangannya, maka dia dilemparkan ke
neraka hawiyah. Tahukah engkau apakah Neraka Hawiyah itu? Yaitu api
yang sangat panas.”
(Q.S. Al-Qoriah : 8-11)

sahabat Abu Hurairoh “terdengar suara yang mengelegar lalu bertanyalah ke rosulullah dan rosulullah menjawab itu adalah suara batu yang jatuh dari neraka jahanam ke “teleng” sekitar dada jatuhnya 1000 tahun”.
Bersabda Nabi SAW : Adapun Neraka itu gelap gulita, tidak mempunyai
penerangan kecuali api yang menyala-nyala. Neraka itu mempunyai tujuh pintu dan tiap-tiap pintu itu mempunyai tujuh puluh ribu bukit, tiap-tiap bukit mempunyai tujuh puluh ribu cabangnya, tiap-tiap cabang itu terdiri atas bagian-bagian yang lebih kecil. Dan tiap-tiap bagian yang lebih kecil itu terdiri atas tujuh puluh ribu dusunnya. Dan tiap-tiap dusun itu tujuh puluh ribu rumahnya dan api yang menyala-nyala. Tiap-tiap rumah itu tujuh puluh ribu ular dan kalajengking.
” Asyhadu ala ila ha ilallah Astaghfirullah Nas alluka ridhoka wal jannah ta wa naudzubika min sakhotika wannaar “

Tingkatan Surga

Surga memiliki tingkatan-tingkatan, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
”(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. 3:163)
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rejeki (nikmat) yang mulia.” (QS. 8:4)
Tingkatan surga tertinggi adalah surga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu “Al Wasilah” sebagaimana dalam hadits riwayat imam Muslim dari Amr bin al-Ash radhiyallahu ‘anhu bahwa dia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Apabila kalian mendengar muadzin (sedang adzan) maka ucapkanlah seperti yang dia ucapkan kemudian bershalawatlah kepadaku, karena barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali. Kemudian mintalah untukku Al-Wasilah, Karena ia merupakan kedudukan di surga yang tidak layak kecuali hanya untuk seorang hamba saja dari hamba-hamba Allah, dan aku berharap orang itu adalah aku. Barangsiapa yang meminta untukku al-Wasilah maka dia berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR. Muslim).

Mengenal 7 Tingkatan Surga

Surga biasanya disebut dengan Jannah, dan inilah nama yang umun digunakan untuk menyebut tempat ini dan segala yang terdapat di dalamnya berupa kenikmatan, kelezatan, kemewahan, dan kebahagiaan. Nama-nama lain dari Surga di antaranya yaitu:

1. Darus Salam
Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
“Bagi mereka (disediakan) Darussalam (surga) pada sisi Rabbnya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal sholeh yang selalu mereka kerjakan.” (QS. 6:127)
Surga adalah Darussalam (negri keselamatan) dari segala musibah, kecelakaan, dan segala hal yang tidak disukai, dan dia merupakan negri Allah subhanahu wata’ala, diambil dari nama Allah “as-Salam”. Allah subhanahu wata’ala pun mengucapkan salam atas mereka,
“Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa yang mereka minta. (Kepada mereka dikatakan), “Salam”, sebagai ucapan selamat dari Rabb Yang Maha Penyayang.” (QS. 36:57-58)

2. Jannatu ‘adn
Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
(Yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang sholeh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya, dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan), “Salamun ‘alaikum bima shabartum”. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. 13:23-24)

3. Jannatul Khuld
Karena penduduknya kekal di dalamnya dan tidak akan berpindah ke alam (tempat) lain. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
”Katakanlah, “Apakah (azab) yang demikian itu yang baik, atau surga yang kekal yang dijanjikan kepada orang- orang yang bertaqwa?” Surga itu menjadi balasan dan tempat kembali bagi mereka.” (QS. Al-Furqan:15)

4. Darul Muqamah
Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
“Dan mereka berkata:”Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami.Sesungguhnya Rabb kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu”. (QS. 35:34-35)

5. Jannatul Ma’wa, al-Ma’wa artinya adalah tempat menetap sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat an-Najm di atas. Disebut demikian karena surga merupakan tempat menetapnya orang-orang mukmin

6. Jannatun Na’im

7. Al Muqamul Amin

” Asyhadu ala ila ha ilallah Astaghfirullah Nas alluka ridhoka wal jannah ta wa naudzubika min sakhotika wannaar “

05 Maret, 2009

Apa Kata Non Muslim tentang Nabi Muhammad SAW?

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi…
(QS 33 al-Ahzab:40)

Ya Allah, curahkan shalawat atas junjungan kami Muhammad dan keluaganya.
Berikut ini adalah kumpulan cuplikan pendek dari berbagai tokoh terkemuka non-Muslim dari kalangan sarjana, penulis, filosof, penyair, politisi, dan aktifis di dunia Timur dan Barat. Perlu diketahui bahwa, tak seorang pun di antara mereka yang kemudian menjadi Muslim. Karena itu, kalimat-kalimat yang dicuplik di bawah ini merefleksikan pandangan pribadi mereka atas berbagai aspek kehidupan Nabi Muhammad s.a.w.

Michael H. Hart (1932- )
Profesor astronomi, fisika dan sejarah sains

“Pilihan saya menempatkan Muhammad di urutan teratas dalam daftar orang-orang yang paling berpengaruh di dunia boleh jadi mengejutkan para pembaca dan dipertanyakan oleh banyak orang, tetapi dia (Muhammad) adalah satu-satunya manusia dalam sejarah yang sangat berhasil dalam dua tataran sekaligus, agama (ukhrawi) dan sekular (duniawi).”
[The 100: A Ranking Of The Most Influential Persons In History, New York, 1978, h. 33]

William Montgomery Watt (1909- )
Profesor (Emeritus) Studi Bahasa Arab dan Islam di University of Edinburgh

“Kerelaannya dalam mengalami penganiayaan demi keyakinannya, ketinggian akhlak orang-orang yang mempercayainya dan menghormatinya sebagai pemimpin, dan kegemilangan prestasi puncaknya —semua itu membuktikan ketulusan hatinya yang sempurna. Tetapi kenyataannya, tak seorang tokoh besar pun dalam sejarah yang sangat kurang dihargai di dunia Barat seperti Muhammad. Menganggap Muhammad sebagai seorang penipu akan menimbulkan lebih banyak masalah ketimbang memecahkannya.”
[Mohammad At Mecca, Oxford, 1953, h. 52]

Alphonse de Lamartine (1790-1869)
Penyair dan negarawan Prancis

“Filosof, orator, utusan Tuhan, pembuat undang-undang, pejuang, penakluk pikiran, pembaru dogma-dogma rasional dan penyembahan kepada Tuhan yang tak terperikan; pendiri dua puluh kerajaan bumi dan satu kerajaan langit, dialah Muhammad. Berkaitan dengan semua norma yang menjadi tolak ukur kemuliaan manusia, kita boleh bertanya, adakah manusia yang lebih besar daripada dia?”
[Histoire De La Turquie, Paris, 1854, vol. II, h. 276-277]

Reverend Bosworth Smith (1794-1884)
Mantan pengawas Trinity College, Oxford

“… Dia Caesar sekaligus Paus; tetapi dia adalah Paus tanpa pangkat Paus dan Caesar tanpa pasukan Caesar. Tanpa tentara tetap, tanpa pengawal, tanpa istana, tanpa pendapatan tetap, jika pernah ada manusia yang memiliki hak untuk mengatakan bahwa dia diperintah oleh Tuhan Yang Maha Benar, dialah Muhammad; karena dia memiliki semua kekuasaan tanpa peralatan dan pendukung untuk itu.”
[Mohammed and Mohammedanism, London, 1874, p. 235]

Mohandas Karamchand Gandhi (1869-1948)
Pemikir, negarawan, dan pemimpin nasionalis India

“…. Saya semakin yakin bahwa bukanlah pedang yang menaklukkan sebuah daerah bagi Islam untuk hidup pada zaman itu. Kesederhanaan yang teguh, nabi yang sama sekali tidak menonjolkan-diri, kesetiaannya yang luar biasa kepada janjinya, kasih sayangnya yang amat besar kepada para sahabat dan pengikutnya, keberaniannya, kepercayaannya yang mutlak kepada Tuhan dan kepada misinya; inilah, dan bukan pedang, yang mengantarkan segala sesuatu di hadapan mereka dan mengatasi setiap masalah.”
[Young India (majalah), 1928, Volume X]

Edward Gibbon (1737-1794)
Dianggap sejarawan Inggris terbesar di zamannya

“Kesuksesan kehidupan Muhammad yang luar biasa disebabkan semata-mata oleh kekuatan akhlak tanpa pukulan pedang.”
[History Of The Saracen Empire, London, 1870]

John William Draper (1811-1882)
Ilmuwan, filosof, dan sejarawan Amerika

“Empat tahun setelah runtuhnya kekaisaran Roma Timur (Kaisar Justin), pada 569 Masehi, di kota Makkah, di jazirah Arab, lahirlah manusia yang di antara seluruh manusia telah memberikan pengaruh amat besar bagi umat manusia… Muhammad.”
[A History of the Intellectual Development of Europe, London, 1875, vol.1, h. 329-330]

David George Hogarth (1862-1927)
Ahli arkeologi Inggris, penulis, dan pengurus Museum Ashmolean, Oxford

“Tindak-tanduk kesehariannya, yang serius ataupun yang sepele, menjadi hukum yang ditaati dan ditiru secara sadar oleh jutaan orang masa kini. Tak seorang pun diperhatikan oleh golongan umat manusia mana pun seperti Manusia Sempurna ini yang diteladani secara saksama. Tingkah laku pendiri agama Kristen tidak begitu mempengaruhi kehidupan para pengikut-Nya. Selain itu, tak ada Pendiri suatu agama yang dikucilkan tetapi memperoleh kedudukan mulia seperti Rasul Islam.
[Arabia, Oxford, 1922, h. 52]

Washington Irving (1783-1859)
Terkenal sebagai “sastrawan Amerika pertama”

“Dia makan secara sederhana dan bebas dari minuman keras, serta sangat gemar berpuasa. Dia tidak menuruti nafsu bermewah-mewah dalam berpakaian, tidak pula ia menuruti pikiran yang sempit; kesederhaannya dalam berpakaian dilatarbelakangi oleh sikapnya yang tidak mempedulikan perbedaan dalam hal-hal yang sepele…. Dalam urusan pribadinya dia bersikap adil. Dia memperlakukan kawan dan orang asing, orang kaya dan orang miskin, orang kuat dan orang lemah, dengan cara yang adil. Dia dicintai oleh rakyat jelata karena dia menerima mereka dengan kebaikan hati dan mendengarkan keluhan-keluhan mereka…. Keberhasilan militernya bukanlah kemenangan yang sia-sia dan sekali-kali tidak membuatnya merasa bangga, karena tujuan semuanya itu bukan untuk kepentingan pribadinya. Ketika dia memiliki kekuasaan yang amat besar, ia tetap sederhana dalam sikap dan penampilannya, sama seperti ketika dia dalam keadaan sengsara. Sangat berbeda dengan seorang raja, dia tidak suka jika, ketika memasuki ruangan, orang menunjukkan penghormatan yang berlebihan kepadanya.”
[Life of Mahomet, London, 1889, h. 192-3, 199]

Annie Besant (1847-1933)
Teosof Inggris dan pemimpin nasionalis India, Presiden Kongres Nasional India pada 1917

“Siapa pun yang mempelajari kehidupan dan sifat Nabi besar dari jazirah Arabia ini, siapa pun yang mengetahui bagaimana ia mengajar dan bagaimana ia hidup, pasti memberikan rasa hormat kepada Nabi agung itu, salah seorang utusan Tuhan yang luar biasa. Dan meskipun dalam uraian saya kepada Anda akan tersebut banyak hal yang barangkali sudah biasa bagi kebanyakan orang, akan tetapi setiap kali saya membaca-ulang tentang dia, saya sendiri merasakan lagi kekaguman yang baru, menimbulkan lagi rasa hormat yang baru kepada guru bangsa Arab yang agung itu.”
[The Life and Teachings of Muhammad, Madras, 1932, h. 4]

Edward Gibbon (1737-1794)
Dianggap sejarawan besar Inggris di zamannya

“Memorinya (yakni, Muhammad) sangat besar dan kuat, sikapnya sederhana dan ramah, imajinasinya agung, keputusannya jelas, cepat, dan tegas. Dia memiliki keberanian berpikir maupun bertindak.”
[History of the Decline and Fall of the Roman Empire, London, 1838, vol.5, h.335]

Siapa itu Waliyullah dan bagaimana ciri-cirinya ?

Menurut bahasa, kata wali berarti orang yang mencintai, teman dan penolong. Sedangkan menurut istilah, Syaikh Abu al-Qasim Abdul Karim al-Qusyairi mengatakan:
“Kata Wali itu mempunyai dua pengertian. Pertama, sebagai obyek yaitu seorang yang segala urusannya diserahkan kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman, “Dia melindungi orang-orang yang shaleh ” (QS. Al-A’raf, 196).

Oleh sebab itu, seorang wali tidak pernah Menyerahkan urusan kepada dirinya sedikitpun, tapi diserahkan semuanya kepada Allah SWT. Kedua, sebagai subyek yaitu seorang yang selalu menjaga ibadah dan ketaatannya kepada Allah SWT. Ibadahnya selalu berjalan di atas penyerahan diri kepada Allah tanpa dikotori oleh kemaksiatan”. (Al-Risdlah al-Qusyairiyah fi ‘Ilm al-Tashawwuf, 259-260)

Allah SWT berfirman :
“Ingatlah, sesungguhnya wali Allah itu tidak ada kekhawatiran kepada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang¬ orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa“. (QS. Yunus, 62-63)

Dari sini bisa disimpulkan bahwa waliyullah itu adalah orang mukmin yang senantiasa patuh pada perintah Allah SWT dan tidak pernah melanggar larangan-Nya. Tidak ada yang ditakuti kecuali Allah SWT. Baginya hanya Allah SWT tempat berlindung, sumber pertolongan, penghambaan dan pengabdian. Jadi, dia tidak pernah melakukan apa saja: mendengar, melihat, melangkah dan sebagainya, kecuali dengan apa yang disenangi dan diridhai oleh Allah SWT. Selain itu seorang bisa dikatakan wali jika dia mengikuti syari’at Rasulullah SAW. Syaikh al-Qusyairi mengatakan :
“Dua sifat (di atas) wajib (bagi seorang wali), sehingga seseorang yang dikatakan wali wajib menegakkan hak-hak. Allah ta’at secara maksimal dan sungguh-sungguh serta selalu dalam perlindungan Allah SWT baik dalam keadaan suka maupun duka/kesulitan“. (Al-Risalah al-Qusairiyah fi’iim al-Tashawwuf, 260).

Ibnu Hajar berpendapat, waliyy itu lawan kata dari aduww menurut ahli bahasa, kata wilayah akar kata waliyy berarti cinta dan dekat. Kata 'adawah' akar kata dari 'aduww' berarti benci dan tidak dekat. Dalam Fath Al Bari Ibnu Hajar menuturkan, "Wali Allah adalah orang yang mengenal Allah secara mendalam, beribadah dengan taat dan ikhlas". Definisi ini didasarkan pada waliyy yang melekat pada Allah dalam beberapa ayat yang artinya : "Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah (aulia Allah) tidak memiliki kekhawatiran dan tidak pula bersedih hati. Yaitu orang-orang beriman dan selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Tidak ada perubahan bagi (janji-janji Allah) itu adalah kemenangan besar." (QS. Yunus 62-64)

Di ayat lainnya : "Barang siapa menjadikan Allah dan Rasulnya dan orang-orang beriman sebagai penolongnya (awliya') maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah pasti menang." (QS. Al-Maidah 56).

Allah SWT pasti memberikan tanda atau ciri bagi para utusanNya. Dan ciri atau tanda paling jelas bagi wali Allah SWT adalah doanya selalu terkabul dan senantiasa ridho kepada Allah SWT. Dia selalu mengerjakan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya. Dia tidak tertarik mengejar keutamaan duniawi, apalagi menguasainya seperti diinginkan banyak orang.

Ketika mendapat sedikit nikmat Dia tetap bersabar, jika banyak Dia bersyukur. Celaan atau pujian, terkenal atau tidak, baginya sama saja. Dia tidak sombong dengan kewalian yang dianugrahkan Allah kepadanya. Semakin tinggi Allah menaikkan derajatnya semakin bertambah ketundukannya. Dialah orang yang berakhlak baik sangat ramah dan bijaksana. Seorang wali senantiasa menyibukkan dirinya dengan hal yang disenangi dan disunahkan Allah.

Seseorang yang memiliki karakter sifat-sifat serta ciri-ciri tersebut adalah Wali Allah paling agung. Orang mukmin wajib mengakuinya dan berharap mendapatkan berkah dengan melihat dan berdekatan dengannya.

Pintu paling besar untuk memasuki wilayah kewalian adalah beriman kepada Allah, sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW ketika ditanya tentang iman, "Hendaklah kamu beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat, Kitab-Kitab, Rasul-Rasulnya dan Qadar baik dan jelek". Beriman kepada Qadar merupakan keimanan paling sulit. Barang siapa benar-benar berhasil mencapinya, ia akan merasakan segala sesuatunya menjadi mudah. Dirinya tidak lagi disibukkan oleh hal baik atau buruk yang ditakdirkan kepadanya.

Perbedaan tingkat kewalian sangat tergantung pada kualitas iiman seseorang kepada Allah. Siapapun yang memiliki iman yang paling kuat, maka derajat kewalian, kemampuan serta kedekatannya kepada Allah adalah paling tinggi. Siapapun yang konsisten menjaga kekuatan iman dan amalnya, terus menerus meraih cinta Allah dengan mencintai Rasulnya. Sebagaimana firman Allah yang artinya : "Katakanlah, jika kamu mencintai Allah maka ikutilah Aku maka kamu akan dicintai oleh Allah". (QS. Ali Imran, 31)

Untuk mencapai ciri kewalian tersebut, seseorang haruslah terjaga dari kemaksiatan (mahfuzh).
“Di antara syarat wali adalah harus terjaga dari kemaksiatan (mahfuzh) sebagaimana syarat Nabi harus juga terjaga dari kemaksiatan (ma’shum)“. (Al-Risalah al-Qusyairiyah fi ‘llm al-Tashawwuf, 260).

Adapun yang dimaksud dengan mahfuzh adalah :
“Yang dimaksud dengan wali itu mahfuzh (terjaga dari dosa) adalah bahwa wali ltu dijaga oleh Allah secara terus-menerus dari ketergelinciran dan kesalahan. Apabila ia terjatuh ke dalam dua hal itu, dia langsung diilhami untuk bertaubat, sehingga dia bertaubat dari ketergelinciran dan kesalahan tersebut“. (Al-Durar al-¬Muntatsirah fi al-Masa‘il -al-Tis’a ‘Asyarah, 5)

Selain ciri-ciri di atas ada ciri lain yang nyata yaitu terjadinya karamah.

A. Terjadinya Karamah.

Tidaklah mustahil jika karamah muncul dari tangan orang yang mendapat anugrah yang luar biasa dan sifat-sifat terpuji, karena Allah akan mengabulkan setiap doanya. Tidaklah tepat mengatakan bahwa peristiwa supranatural seperti memperpendek jarak, menyingkap datangnya musibah dan perbuatan yang tidak dapat dilakukan manusia normal adalah perbuatan setan dan campur tangan iblis.
Kesalahan ini jelas sekali, karena orang yang doanya selalu terkabul bisa memohon kepada Allah untuk menyampaikannya ke suatu tempat dalam sekejap dimana menurut ukuran biasa membutuhkan waktu berbulan-bulan.
Allah Maha Kuasa apabila Dia menghendaki sesuatu, maka terjadilah. Jika tidak maka sesuatu tidak akan terjadi. Oleh karena itu tidaklah mustahil bagi Allah untuk memenuhi permintaan para WaliNya.

Karamah juga banyak dibahas dalam kitab-kitab, hadist dan sejarah Rasul. Pada umat Nabi-Nabi terdahulu juga banyak sekali Wali, seperti disampaikan Rasulullah dan kisah-kisah dalam Taurat dan Injil serta risalah para Nabi Bani Israil, Zabur.

Kesimpulannya, Allah mengutamakan orang yang dikehendakinya. Karena keutamaan berada dalam kekuasaanNya, Dia akan menentukan siapa yang layak menerimanya. Untuk itu kita tidak boleh mengingkari keberadaan karamah kecuali dia bertentangan dengan syariat. Pengingkaran atas anugerah Allah yang luar biasa pada hambanya bukanlah sifat orang bijaksana. Seseorang yang pengecut sulit menerima cerita tentang keberanian seseorang dalam medan pertempuran. Cerita itu dianggapnya bohong, nalurinya telah tercetak sebagai seorang pengecut, sehingga tidak berani menghadapi tantangan paling sederhana sekalipun.

Begitu pula orang kikir, akan menganggap cerita orang dermawan sebagai dongeng dan tidak masuk akal. Pemahaman orang itu akan menolak anugrah berupa penguasaan berbagai disiplin ilmu pemberian Allah kepada Ulama Besar Islam. Allah menganugerahkan berbagai ajaran kepada hambanya bukan untuk diingkari dan diragukan. Dia mengutamakan sebagian hambanya dengan memberikan derajat kenabian dan memilih mereka sebagai Rasul penyampai risalahNya serta menjadi perantara dengan hamba-hambaNya. Allah juga mengutamakan seseorang dengan anugerah kekuasaannya. Dia memberikan derajat lebih tinggi sehingga dipilih rakyatnya sebagai pemimpin mereka. Merekalah golongan yang dimuliakan Allah. Bisa saja mereka tidak berasal dari keluarga bangsawan seperti Raja Jarakisah yang dianugerahi Allah kekuasaan atas Syiria, Mesir dan Haramain. Tetapi mereka dari golongan budak kemudian menjadi seorang raja dengan kekuasaan yang luar biasa. Demikian pula para raja kekhalifahan Turki seperti Bani Qalawun atau Bani Bawaih merupakan keturunan Al Samk Al Ghalib. Allah menganugerahkan kerajaan Islam sangat luas meliputi wilayah kekuasaan Bani Abbasyiah dan orang-orang diberbagai penjuru dunia bumi.

B. Karamah Para Sahabat.

Ketika Asid bin Hidir ra. Membaca surat Al Kahfi, turunlah naungan dari langit. Naungan itu laksana gumpalan awan yang dilingkupi cahaya yakni Malaikat. Asid pun memberitahukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah. Beliau berkata "Jika meneruskan bacaanmu niscaya naungan itu akan terus bersamamu."
Kisah-kisah karamah para sahabat sangat beragam : Imran bin Husain pernah disalami malaikat; makanan terus bertambah dalam piring yang hendak disantap Abu Darda dan Salman Al Farisi.
Riwayat lain menceritakan ketika Ibad bin Basyiar dan Asid bin Hidir hendak pulang dari rumah Rasulullah pada malam yang gelap gulita tiba-tiba ujung cambuk mereka memancarkan sinar menerangi jalan mereka. Saat mereka berpisah sinar itu juga ikut berpisah.

Ketika Abu Bakar dan para tamunya makan dari sebuah piring yang besar, makanan yang mereka ambil selalu bertambah banyak. Hingga pada akhir perjamuan makanan dalam piring besar itu lebih banyak daripada sebelumnya.
Begitu pula anggur yang diperoleh Khatib Ibnu Uday bukan pada musimnya. Ketika itu ia ditawan oleh orang Quraisy. Kemudian sekumpulan lebah melindungi jasad Amir Ibnu Fukhairah ra. Sehingga tidak seorangpun dapat menyentuhnya. Sauatu ketika Khalid Ibnu Walid mengepung sebuah benteng. Musuh dalam benteng berkata kepadanya, " Kami tidak akan menyerah kecuali kamu minum racun ini ". Khalid meminumnya dan tidak terjadi apa-apa pada dirinya.

Dari uraian di atas bahwa karamah itu bukan sesuatu yang mustahil bisa terjadi kepada setiap muslim yang mampu mencapai tingkatan wali atau yang sederajat dengan orang-orang soleh yang dekat dengan Allah.

Ust.Ahmad Mufid Rowi, Jawa Timur

Mencintai Keluarga dan Sahabat Nabi

Dalam kitab: 'Alimu Awladakum Mahabbata Ahli Baitin Nabiy dijelaskan bahwa yang tergolong ahlul-bait adalah Sayyidatuna Fathimah, Sayyidina Ali, Sayyidina Hasan dan Sayyinina Husain radhiyallahu 'anhum.

Begitu pula istri-istri Nabi merupakan keluarga Nabi berdasarkan keumuman ayat Al-Qur'an, serta manthuq (arti tersurat) hadits yang menerangkan tentang anjuran membaca shalawat kepada Nabi, istri dan keluarga beliau. Yakni firman Allah SWT “Nabi itu lebih utama bagi orang mukmin daripada diri mereka sendiri. Dan Istri-istri Nabi adalah ibu mereka.” (QS. al-Ahzab: 6)

Sedangkan sahabat Nabi adalah orang yang pernah bertemu Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih hidup walaupun sebentar, dalam keadaan beriman dan mati dengan tetap membawa iman. (Al-Asalib al-Badi'ah, hal 457).

Dalam keyakinan kita Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja), mencintai keluarga dan sahabat Nabi SAW, sekaligus memberikan penghormatan khusus kepada mereka merupakan suatu keharusan. Ada beberapa alasan yang mendasari hal tersebut.

Pertama, mereka adalah generasi terbaik Islam, menjadi saksi mata dan pelaku perjuangan Islam. Bersama Rasulullah SAW menegakkan agama Allah SWT di muka bumi. Mengorbankan harta bahkan nyawa untuk kejayaan Islam. Allah SWT meridhai mereka serta menjanjikan kebahagiaan di surga yang kekal dan abadi Firman Allah SWT:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً

”Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kemu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilanghkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS al-Ahzab: 33)
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

”Orang-orang terdahulu lagi yang pertama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS at-Taubah : 100)

Kedua, Rasulullah SAW sangat mencintai keluarga dan sahabatnya. Dalam banyak kesempatan, Rasulullah selalu memuji para keluarga dan sahabatnya, melarang umatnya untuk menghina mereka. Beliau bersabda
عن أبي سَعِيْد الخُذْرِي قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إنَّنِيْ تَارِكٌ فِيْكُمُ الثَّقَلَيْنِ كِتَابَ اللهِ وَعِتْرَتِي أهْلُ بَيْتِيْ. رواه الترمذي

Dari Abi Said al-Khudri ia berkata, Rasululla SAW bersabda, ”Sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian dua wasiat, Kitabullah Al-Qur’an dan keluargaku.” (HR at-Tirmidzi)
عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لَا تَسُبُّوْا أصْحَابِي لَا تَسُبُّوْا أصْحَابِي فَوَ الّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أنَّ أحَدَكُمْ أنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أدْرَكَ مُدَّ أحَدِهِمْ وَلَا تَصِيْفَه.ُ رواه مسلم

Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mencaci para sahabat, janganlah kalian mencaci sahabatku! Demi Dzat Yang Menguasaiku, andaikata salah satu diantara kalian menafkahkan emas sebesar gunung Uhud, maka (pahala nafkah itu) tidak akan menyamai (pahala) satu mud atau setengahnya dari (nafkah) mereka.” (HR Muslim).

Dari sinilah, mencintai keluarga dan sahabat Nabi adalah mengikuti teladan Rasulullah SAW yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari mencintai Nabi SAW.

Ketiga, tuntunan dan teladan ini juga diberikan oleh keluarga dan sahabat Rasul sendiri. Di antara mereka terdapat rasa cinta yang mendalam, antara satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati. Hal ini dibuktikan dari ungkapan-ungkapan mereka:

1. Dari Aisyah RA, Abu Bakar berkata, “Sungguh kerabat Rasulullah SAW lebih aku cintai daripada kerabatku sendiri." (HR. al-Bukhari)

2. Dari Ibnu Umar RA dari Abi Bakar RA, beliau berkata, “Perhatikanlah Nabi Muhammad SAW pada ahlul-baitnya." (HR al-Bukhari).

3. Dari Wahab al-Suwa'i, ia berkata, “Sayyidina Ali pernah berkhutbah kepada kami. Beliau bertanya , 'Siapa orang yang paling mulia setelah Nabi Muhammad SAW?' Aku menjawab, 'Engkau wahai Amirul Mukminin.' Sayyidina Ali berkomentar, 'Tidak, hamba yang paling mulia setelah nabi-Nya adalah Abu Bakar, kemudian Umar.'" (As-Syafi Juz II hal 428).

4. Ketika sahabat Umar dimandikan dan dikafani Sayyidina Ali masuk, lalu berkata, “Tidak ada di atas bumi ini seorangpun yang lebih aku sukai untuk bertemu Allah SWT dengan membawa buku catatan selain dari yang terbentang di tengah-tengah kalian ini (yakni jenazah Sayyidina Umar). " (Ma'ani al-Akhbar, hal 117)

5. Dari 33 putra Sayyidina Ali tiga di antaranya diberi nama Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Dari 14 putra Sayyidina Hasan dua dua di antaranya diberi nama Abu Bakar dan Umar, dan di antara 9 putra Sayyidina Husain dua di antaranya diberi nama Abu Bakar dan Umar. Pemberian nama ini tentu soja dipilih dari nama orang-orang yang metjadi idolanya, dan tidak mungkin diambil dari nama musuhnya. (Al-Hujaj al-Qathiyyah, hal 195).

6. Bagi Ahlussunnah Sayyidina Ali adalah seorang imam yang mulia dan harus dijadikan panutan. Sayyidina Ali adalah seorang pemberani dan sekali-kali bukanlah seorang pengecut Sebagai pemimpin pasukan, di antara sekian banyak peperanngan yang dilakukan pada zaman Rasul SAW, beliau selalu menjadi pahlawan yang tak terkalahkan. Karena itu tidak mungkin beliau bersikap penakut dan pura-pura atau taqiyah apalagi mengajarkannya.

lnilah beberapa alasan yang melandasi keharusan mencintai keluarga dan sahabat Nabi SAW. Sudah tentu kecintaan dan penghormatan yang diberikan adalah secara berimbang. Tetap berpedoman pada prinsip tawassuth, tawazun dan i'tidal, jauh dari fanatisme buta.

KH Muhyiddin Abdusshomad
Pengasuh Pondok Pesantren Nuris, penulis kitab Al-Hujaj al-Qatiyyah fi Shihhatil Mu’taqidat wal ‘Amaliyyat an-Nahdliyyah, Ketua PCNU Jember

Memuliakan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Ketika memasuki bulan Rabiul Awwal, umat Islam merayakan hari kelahiran Nabi SAW dengan berbagai cara, baik dengan cara yang sederhana maupun dengan cara yang cukup meriah. Pembacaan shalawat, barzanji dan pengajian¬pengajian yang mengisahkan sejarah Nabi SAW menghiasi hari-hari bulan itu.

Sekitar lima abad yang lalu, pertanyaan seperti itu juga muncul. Dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi (849 H - 911 H) menjawab bahwa perayaan Maulid Nabi SAW boleh dilakukan. Sebagaimana dituturkan dalam Al-Hawi lil Fatawi:

"Ada sebuah pertanyaan tentang perayaan Maulid Nabi SAW pada bulan Rabiul Awwal, bagaimana hukumnya menurut syara'. Apakah terpuji ataukah tercela? Dan apakah orang yang melakukannya diberi pahala ataukah tidak? Beliau menjawab: Menurut saya bahwa asal perayaan Maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca Al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmnti bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid’ah al-hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka dta dan kegembiraan atas kelahiran Nnbi Muhammad SAW yang mulia". (Al-Hawi lil Fatawi, juz I, hal 251-252)

Jadi, sebetulnya hakikat perayaan Maulid Nabi SAW itu merupakan bentuk pengungkapan rasa senang dan syukur atas terutusnya Nabi Muhammad SAW ke dunia ini. Yang diwujudkan dengan cara mengumpulkan orang banyak. Lalu diisi dengan pengajian keimanan dan keislaman, mengkaji sejarah dan akhlaq Nabi SAW untuk diteladani. Pengungkapan rasa gembira itu memang dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan anugerah dari Tuhan. Sebagaimana firman Allah SWT :
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَخُوا

Katakanlah (Muhammad), sebab fadhal dan rahmat Allah (kepada kalian), maka bergembiralah kalian. (QS Yunus, 58)

Ayat ini, jelas-jelas menyuruh kita umat Islam untuk bergembira dengan adanya rahmat Allah SWT. Sementara Nabi Muhammad SAW adalah rahmat atau anugerah Tuhan kepada manusia yang tiadataranya. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ

Dan Kami tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam. (QS. al-Anbiya',107)

Sesungguhnya, perayaan maulid itu sudah ada dan telah lama dilakukan oleh umat Islam. Benihnya sudah ditanam sendiri oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits diriwayatkan:
عَنْ أبِي قَتَادَةَ الأنْصَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ اْلإثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ – صحيح مسلم

Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari RA bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa Senin. Maka beliau menjawab, "Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (HR Muslim)

Betapa Rasulullah SAW begitu memuliakan hari kelahirannya. Beliau bersyukur kepada Allah SWT pada hari tersebut atas karunia Tuhan yang telah menyebabkan keberadaannya. Rasa syukur itu beliau ungkapkan dengan bentuk puasa.

Paparan ini menyiratkan bahwa merayakan kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW termasuk sesuatu yang boleh dilakukan. Apalagi perayaan maulid itu isinya adalah bacaan shalawat, baik Barzanji atau Diba', sedekah dengan beraneka makanan, pengajian agama dan sebagainya, yang merupakan amalan-amalan yang memang dianjurkan oleh Syari' at Islam. Sayyid Muhammad' Alawi al-Maliki mengatakan:

"Pada pokoknya, berkumpul untuk mengadakan Maulid Nabi merupakan sesuatu yang sudah lumrah terjadi. Tapi hal itu termasuk kebiasaan yang baik yang mengandung banyak kegunaan dan manfaat yang (akhirnya) kembali kepada umat sendiri dengan beberapa keutamaan (di dalamnya). Sebab, kebiasaan seperti itu memang dianjurkan oleh syara' secara parsial (bagian¬bagiannya)”

“Sesungguhnya perkumpulan ini merupakan sarana yang baik untuk berdakwah. Sekaligus merupakan kesempatan emas yang seharusnya tidak boleh punah. Bahkan menjadi kewajiban para da'i dan ulama untuk mengingatkan umat kepada akhlaq, sopan santun, keadaan sehari-hari, sejarah, tata cara bergaul dan ibadah Nabi Muhammad SAW. Dan hendaknya mereka menasehati dan memberikan petunjuk untuk selalu melakukan kebaikan dan keberuntungan. Dan memperingatkan umat akan datangnya bala' (ujian), bid'ah, kejahatan dan berbagai fitnah". (Mafahim Yajib an Tushahhah, 224-226)

Hal ini diakui oleh Ibn Taimiyyah. Ibn Taimiyyah berkata, "Orang-orang yang melaksanakan perayaan Maulid Nabi SAWakan diberi pahala. Begitulah yang dilakukan oleh sebagian orang. Hal mana juga di temukan di kalangan Nasrani yang memperingati kelahiran Isa AS. Dalam Islam juga dilakukan oleh kaum muslimin sebagai rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi SAW. Dan Allah SWT akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada Nabi mereka, bukan dosa atas bid'ah yang mereka lakukan". (Manhaj as-Salaf li Fahmin Nushush Bainan Nazhariyyah wat Tathbiq, 399)

Maka sudah sewajarnya kalau umat Islam merayakan Maulid Nabi SAW sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan juga karena isi perbuatan tersebut secara satu persatu, yakni membaca shalawat, mengkaji sejarah Nabi SAW, sedekah, dan lain sebagainya merupakan amalan yang memang dianjurkan dalam syari'at Islam.

KH Muhyiddin Abdusshomad
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris), Ketua PCNU Jember



Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

ketika kita membaca kalimat diatas maka didalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian kelompok muslimin, saya akan meringkas penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika dan syariah).
Sifat manusia cenderung merayakan sesuatu yg membuat mereka gembira, apakah keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya, mereka merayakannya dengan pesta, mabuk mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian adat istiadat diseluruh dunia.
Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.

Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya

Firman Allah : “(Isa berkata dari dalam perut ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan” (QS Maryam 33)
Firman Allah : “Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan” (QS Maryam 15)
Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits no.4177)

Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yg menjadi pembantunya Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)

Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam)
Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yg terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)

Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14 buah jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yg 1000 tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)

Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabi nabi sebelumnya.

Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau saw

Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau saw menjawab : “Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih Muslim hadits no.1162). dari hadits ini sebagian saudara2 kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw asal dg puasa.

Rasul saw jelas jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak menjawab misalnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh boleh saja..”, namun beliau bersabda : “itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya, contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat umroh pada 1 Januari?”, maka amir menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”. Nah.. bukankah jelas jelas bahwa zeyd memahami bahwa 1 januari adalah hari yg berbeda dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yg perhatian pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dg hari kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya, dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan jawaban beliau saw yg lebih luas dari sekedar pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1 januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yg berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya dg puasa saja maka tentunya dari dangkalnya pemahaman terhadap ilmu bahasa.

Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul saw menjawab : hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu.
Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yg perhatian pada hari kelahiran beliau saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam.

Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw


Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..” maka Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga”, maka Abbas ra memuji dg syair yg panjang, diantaranya : “… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain hadits no.5417).

Habib Munzir Al musawa