Menurut bahasa, kata wali berarti orang yang mencintai, teman dan penolong. Sedangkan menurut istilah, Syaikh Abu al-Qasim Abdul Karim al-Qusyairi mengatakan:
“Kata Wali itu mempunyai dua pengertian. Pertama, sebagai obyek yaitu seorang yang segala urusannya diserahkan kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman, “Dia melindungi orang-orang yang shaleh ” (QS. Al-A’raf, 196).
Oleh sebab itu, seorang wali tidak pernah Menyerahkan urusan kepada dirinya sedikitpun, tapi diserahkan semuanya kepada Allah SWT. Kedua, sebagai subyek yaitu seorang yang selalu menjaga ibadah dan ketaatannya kepada Allah SWT. Ibadahnya selalu berjalan di atas penyerahan diri kepada Allah tanpa dikotori oleh kemaksiatan”. (Al-Risdlah al-Qusyairiyah fi ‘Ilm al-Tashawwuf, 259-260)
Allah SWT berfirman :
“Ingatlah, sesungguhnya wali Allah itu tidak ada kekhawatiran kepada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang¬ orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa“. (QS. Yunus, 62-63)
Dari sini bisa disimpulkan bahwa waliyullah itu adalah orang mukmin yang senantiasa patuh pada perintah Allah SWT dan tidak pernah melanggar larangan-Nya. Tidak ada yang ditakuti kecuali Allah SWT. Baginya hanya Allah SWT tempat berlindung, sumber pertolongan, penghambaan dan pengabdian. Jadi, dia tidak pernah melakukan apa saja: mendengar, melihat, melangkah dan sebagainya, kecuali dengan apa yang disenangi dan diridhai oleh Allah SWT. Selain itu seorang bisa dikatakan wali jika dia mengikuti syari’at Rasulullah SAW. Syaikh al-Qusyairi mengatakan :
“Dua sifat (di atas) wajib (bagi seorang wali), sehingga seseorang yang dikatakan wali wajib menegakkan hak-hak. Allah ta’at secara maksimal dan sungguh-sungguh serta selalu dalam perlindungan Allah SWT baik dalam keadaan suka maupun duka/kesulitan“. (Al-Risalah al-Qusairiyah fi’iim al-Tashawwuf, 260).
Ibnu Hajar berpendapat, waliyy itu lawan kata dari aduww menurut ahli bahasa, kata wilayah akar kata waliyy berarti cinta dan dekat. Kata 'adawah' akar kata dari 'aduww' berarti benci dan tidak dekat. Dalam Fath Al Bari Ibnu Hajar menuturkan, "Wali Allah adalah orang yang mengenal Allah secara mendalam, beribadah dengan taat dan ikhlas". Definisi ini didasarkan pada waliyy yang melekat pada Allah dalam beberapa ayat yang artinya : "Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah (aulia Allah) tidak memiliki kekhawatiran dan tidak pula bersedih hati. Yaitu orang-orang beriman dan selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Tidak ada perubahan bagi (janji-janji Allah) itu adalah kemenangan besar." (QS. Yunus 62-64)
Di ayat lainnya : "Barang siapa menjadikan Allah dan Rasulnya dan orang-orang beriman sebagai penolongnya (awliya') maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah pasti menang." (QS. Al-Maidah 56).
Allah SWT pasti memberikan tanda atau ciri bagi para utusanNya. Dan ciri atau tanda paling jelas bagi wali Allah SWT adalah doanya selalu terkabul dan senantiasa ridho kepada Allah SWT. Dia selalu mengerjakan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya. Dia tidak tertarik mengejar keutamaan duniawi, apalagi menguasainya seperti diinginkan banyak orang.
Ketika mendapat sedikit nikmat Dia tetap bersabar, jika banyak Dia bersyukur. Celaan atau pujian, terkenal atau tidak, baginya sama saja. Dia tidak sombong dengan kewalian yang dianugrahkan Allah kepadanya. Semakin tinggi Allah menaikkan derajatnya semakin bertambah ketundukannya. Dialah orang yang berakhlak baik sangat ramah dan bijaksana. Seorang wali senantiasa menyibukkan dirinya dengan hal yang disenangi dan disunahkan Allah.
Seseorang yang memiliki karakter sifat-sifat serta ciri-ciri tersebut adalah Wali Allah paling agung. Orang mukmin wajib mengakuinya dan berharap mendapatkan berkah dengan melihat dan berdekatan dengannya.
Pintu paling besar untuk memasuki wilayah kewalian adalah beriman kepada Allah, sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW ketika ditanya tentang iman, "Hendaklah kamu beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat, Kitab-Kitab, Rasul-Rasulnya dan Qadar baik dan jelek". Beriman kepada Qadar merupakan keimanan paling sulit. Barang siapa benar-benar berhasil mencapinya, ia akan merasakan segala sesuatunya menjadi mudah. Dirinya tidak lagi disibukkan oleh hal baik atau buruk yang ditakdirkan kepadanya.
Perbedaan tingkat kewalian sangat tergantung pada kualitas iiman seseorang kepada Allah. Siapapun yang memiliki iman yang paling kuat, maka derajat kewalian, kemampuan serta kedekatannya kepada Allah adalah paling tinggi. Siapapun yang konsisten menjaga kekuatan iman dan amalnya, terus menerus meraih cinta Allah dengan mencintai Rasulnya. Sebagaimana firman Allah yang artinya : "Katakanlah, jika kamu mencintai Allah maka ikutilah Aku maka kamu akan dicintai oleh Allah". (QS. Ali Imran, 31)
Untuk mencapai ciri kewalian tersebut, seseorang haruslah terjaga dari kemaksiatan (mahfuzh).
“Di antara syarat wali adalah harus terjaga dari kemaksiatan (mahfuzh) sebagaimana syarat Nabi harus juga terjaga dari kemaksiatan (ma’shum)“. (Al-Risalah al-Qusyairiyah fi ‘llm al-Tashawwuf, 260).
Adapun yang dimaksud dengan mahfuzh adalah :
“Yang dimaksud dengan wali itu mahfuzh (terjaga dari dosa) adalah bahwa wali ltu dijaga oleh Allah secara terus-menerus dari ketergelinciran dan kesalahan. Apabila ia terjatuh ke dalam dua hal itu, dia langsung diilhami untuk bertaubat, sehingga dia bertaubat dari ketergelinciran dan kesalahan tersebut“. (Al-Durar al-¬Muntatsirah fi al-Masa‘il -al-Tis’a ‘Asyarah, 5)
Selain ciri-ciri di atas ada ciri lain yang nyata yaitu terjadinya karamah.
A. Terjadinya Karamah.
Tidaklah mustahil jika karamah muncul dari tangan orang yang mendapat anugrah yang luar biasa dan sifat-sifat terpuji, karena Allah akan mengabulkan setiap doanya. Tidaklah tepat mengatakan bahwa peristiwa supranatural seperti memperpendek jarak, menyingkap datangnya musibah dan perbuatan yang tidak dapat dilakukan manusia normal adalah perbuatan setan dan campur tangan iblis.
Kesalahan ini jelas sekali, karena orang yang doanya selalu terkabul bisa memohon kepada Allah untuk menyampaikannya ke suatu tempat dalam sekejap dimana menurut ukuran biasa membutuhkan waktu berbulan-bulan.
Allah Maha Kuasa apabila Dia menghendaki sesuatu, maka terjadilah. Jika tidak maka sesuatu tidak akan terjadi. Oleh karena itu tidaklah mustahil bagi Allah untuk memenuhi permintaan para WaliNya.
Karamah juga banyak dibahas dalam kitab-kitab, hadist dan sejarah Rasul. Pada umat Nabi-Nabi terdahulu juga banyak sekali Wali, seperti disampaikan Rasulullah dan kisah-kisah dalam Taurat dan Injil serta risalah para Nabi Bani Israil, Zabur.
Kesimpulannya, Allah mengutamakan orang yang dikehendakinya. Karena keutamaan berada dalam kekuasaanNya, Dia akan menentukan siapa yang layak menerimanya. Untuk itu kita tidak boleh mengingkari keberadaan karamah kecuali dia bertentangan dengan syariat. Pengingkaran atas anugerah Allah yang luar biasa pada hambanya bukanlah sifat orang bijaksana. Seseorang yang pengecut sulit menerima cerita tentang keberanian seseorang dalam medan pertempuran. Cerita itu dianggapnya bohong, nalurinya telah tercetak sebagai seorang pengecut, sehingga tidak berani menghadapi tantangan paling sederhana sekalipun.
Begitu pula orang kikir, akan menganggap cerita orang dermawan sebagai dongeng dan tidak masuk akal. Pemahaman orang itu akan menolak anugrah berupa penguasaan berbagai disiplin ilmu pemberian Allah kepada Ulama Besar Islam. Allah menganugerahkan berbagai ajaran kepada hambanya bukan untuk diingkari dan diragukan. Dia mengutamakan sebagian hambanya dengan memberikan derajat kenabian dan memilih mereka sebagai Rasul penyampai risalahNya serta menjadi perantara dengan hamba-hambaNya. Allah juga mengutamakan seseorang dengan anugerah kekuasaannya. Dia memberikan derajat lebih tinggi sehingga dipilih rakyatnya sebagai pemimpin mereka. Merekalah golongan yang dimuliakan Allah. Bisa saja mereka tidak berasal dari keluarga bangsawan seperti Raja Jarakisah yang dianugerahi Allah kekuasaan atas Syiria, Mesir dan Haramain. Tetapi mereka dari golongan budak kemudian menjadi seorang raja dengan kekuasaan yang luar biasa. Demikian pula para raja kekhalifahan Turki seperti Bani Qalawun atau Bani Bawaih merupakan keturunan Al Samk Al Ghalib. Allah menganugerahkan kerajaan Islam sangat luas meliputi wilayah kekuasaan Bani Abbasyiah dan orang-orang diberbagai penjuru dunia bumi.
B. Karamah Para Sahabat.
Ketika Asid bin Hidir ra. Membaca surat Al Kahfi, turunlah naungan dari langit. Naungan itu laksana gumpalan awan yang dilingkupi cahaya yakni Malaikat. Asid pun memberitahukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah. Beliau berkata "Jika meneruskan bacaanmu niscaya naungan itu akan terus bersamamu."
Kisah-kisah karamah para sahabat sangat beragam : Imran bin Husain pernah disalami malaikat; makanan terus bertambah dalam piring yang hendak disantap Abu Darda dan Salman Al Farisi.
Riwayat lain menceritakan ketika Ibad bin Basyiar dan Asid bin Hidir hendak pulang dari rumah Rasulullah pada malam yang gelap gulita tiba-tiba ujung cambuk mereka memancarkan sinar menerangi jalan mereka. Saat mereka berpisah sinar itu juga ikut berpisah.
Ketika Abu Bakar dan para tamunya makan dari sebuah piring yang besar, makanan yang mereka ambil selalu bertambah banyak. Hingga pada akhir perjamuan makanan dalam piring besar itu lebih banyak daripada sebelumnya.
Begitu pula anggur yang diperoleh Khatib Ibnu Uday bukan pada musimnya. Ketika itu ia ditawan oleh orang Quraisy. Kemudian sekumpulan lebah melindungi jasad Amir Ibnu Fukhairah ra. Sehingga tidak seorangpun dapat menyentuhnya. Sauatu ketika Khalid Ibnu Walid mengepung sebuah benteng. Musuh dalam benteng berkata kepadanya, " Kami tidak akan menyerah kecuali kamu minum racun ini ". Khalid meminumnya dan tidak terjadi apa-apa pada dirinya.
Dari uraian di atas bahwa karamah itu bukan sesuatu yang mustahil bisa terjadi kepada setiap muslim yang mampu mencapai tingkatan wali atau yang sederajat dengan orang-orang soleh yang dekat dengan Allah.
Ust.Ahmad Mufid Rowi, Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar