20 April, 2009

Wangi Harum Masyithah

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pada saat malam terjadinya Isra’ saya mencium bau harum, sayapun bertanya, “Ya Jibril, bau harum apakah ini?”


Jibril menjawab, “Ini adalah bau wangi wanita penyisir rambut putri Fir’aun (Masyithah) dan anak-anaknya.”
Saya bertanya, ”Bagaimana bisa demikian?”
Jibril bercerita, “Ketika dia menyisir rambut putri Fir’aun suatu hari, tiba-tiba sisirnya terjatuh. Dia mengambilnya dengan membaca ”Bismillah (dengan nama Allah).”
Putri Fir’aun berkata, “Hai, dengan nama bapakku?”
Masyithah berkata, “Bukan, Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu begitu juga Tuhan bapakmu.”

Putri Fir’aun bertanya, “Kalau begitu, kamu punya Tuhan selain ayahku?
Wanita tukang sisir itu menjawab, “Ya.”
Anak putri Fir'aun berkata, 'Akan aku laporkan pada ayahku.'
Wanita tukang sisir menjawab, 'Silahkan!'


Putri Fir’aun kemudian melaporkan kepada bapaknya, dan Fir’aunpun kemudian memanggil Masyithah.
Fir’aun bertanya, “Ya Masyithah, apakah kamu mempunyai tuhan selain aku?”
Masyithah menjawab, “Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.”

Kemudian Fir'aun memerintahkan untuk mempersiapkan periuk besar dari tembaga untuk dipanaskan. Satu persatu anak wanita tukang sisir itu kemudian dilemparkan ke dalam periuk yang mendidih.

Beberapa saat kemudian, Masyithah berkata kepada Fir’aun, “Saya mempunyai satu permohonan.”
Fir’aun menjawab, “Katakanlah.”
Masyithah berkata, “Saya ingin engkau mengumpulkan tulang-tulangku dan tulang-tulang anakku dalam satu kain/kantong untuk kemudian dikuburkan.”
Fir’aun menjawab, “Akan aku penuhi permintaanmu.”

Lalu satu demi satu anaknya dilemparkan ke dalam periuk mendidih itu di depan matanya, sampai akhirnya tinggal seorang bayi yang masih menyusu. Pada saat itu wanita tukang sisir nampak ragu-ragu.

Si bayi diatas gendongan Masyithah, atas izin Allah tiba-tiba berbicara, “Terjunlah Ibu! Ayo terjunlah, adzab dunia lebih ringan daripada adzab Akhirat.” Mendengar anaknya berbicara si ibupun langsung terjun bersama bayinya.

Demikianlah sebuah kisah yang tercantum dalam Musnad Imam Ahmad, 4/291-295 dan juga tercantum dalam Majma’uz Zawa’id, 1/65. Anisul Jalabi II, Ali Al-Hazza’. Kisah dari seorang wanita bernama Mashithah yang menjadi penerang kegelapan istana Fir’aun. Dia mempertahankan kebenaran, meskipun berat dan pahit terasa. Lalu siapakah pembawa obor bagi kita di kegelapan abad dua puluh satu ini?

Ibroh (Pelajaran yang dapat dipetik):
1. Anjuran untuk tetap sabar dan teguh ketika muncul fitnah.
2. Balasan itu sesuai dengan jenis amal yang dikerjakan.
3. Bagi yang bersabar dalam memegang teguh agama dan tidak takut dicela orang niscaya memperoleh pahala dan ganjaran yang sangat besar, sebagaimana firman Allah dalam QS: Az-Zumar: 10,
" Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas."
4. Seorang muslim diperbolehkan mengajukan permintaan yang mengandung kebaikan sekalipun kepada thaghut, sebagaimana kisah ini. Wanita tukang sisir anak gadis Fir'aun meminta agar tulang tubuhnya dan anak-anaknya dikubur menjadi satu.
5. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberi jalan keluar untuk para waliNya dari musibah atau bencana yang menimpa.
6. Ketetapan karamah Allah yang diberikan bagi orang shalih dan shalihah.
7. Karamah termasuk dalam kategori peristiwa langka dan luar biasa.


Sumber:

* Khoirunnisaa il’aalamiina- mawaaqifa nisaaiyati masyriqotin.
* Sittuna Qishshah Rawaha an-Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam wash shahabah al-Kiram.

Kisah mempertahankan Aqidah :Bilal bin Rabah r.a.

Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, memiliki kisah menarik tentang sebuah perjuangan mempertahankan aqidah. Sebuah kisah yang tidak akan pernah membosankan, walaupun terus diulang-ulang sepanjang zaman. Kekuatan alurnya akan membuat setiap orang tetap penasaran untuk mendengarnya.
Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda' (putra wanita hitam).
Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meinggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.

Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Sholallahu ‘alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu'minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, 'Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.

Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun.

Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh'afun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.

Kaum yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan mencaci maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah hingga menembus punggung... , dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam.

Sementara itu, saudara-saudara seperjuangan Sumayyah, terutama Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.

Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal-semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.

Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad ... (Allah Maha Esa).” Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ....“ Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad....”

Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan 'Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”
Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.

Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah2 Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad..., Ahad..., Ahad..., Ahad....” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.

Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas1.
Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, "Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya."
Abu Bakar membalas, "Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya..."

Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, "Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar."
Ash-Shiddiq Rodhiallahu ‘anhu menjawab, "Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah."

Setelah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu ‘anhu.. Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakar dan 'Amir bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam. Apabila demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan dengan suaranya yang jernih,

Duhai malangnya aku, akankah suatu malam nanti
Aku bermalam di Fakh3 dikelilingi pohon idzkhir4 dan jalil
Akankah suatu hari nanti aku minum air Mijannah5
Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil6
Tidak perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan Mekah dan perkampungannya; merindukan lembah dan pegunungannya, karena di sanalah ia merasakan nikmatnya iman.... Di sanalah ia menikmati segala bentuk siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah.... Di sanalah ia berhasil melawan nafsu dan godaan setan.

Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Sholallahu ‘alaihi wasallam.. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi. Selalu bersamanyma saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan RasulullahSholallahu ‘alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.

Ketika Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muazin) dalam sejarah Islam.
Biasanya, setelah mengumandangkan azan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam seraya berseru, “Hayya ‘alashsholaati hayya ‘alashsholaati...(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan....)” Lalu, ketika Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.

Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa' (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.

Bilal menyertai Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu.

Ketika Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam menaklukkan kota Mekah, beliau berjalan di depan pasukan hijaunya bersama 'sang pengumandang panggilan langit', Bilal bin Rabah. Saat masuk ke Ka'bah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka'bah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam..

Shalat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan suka hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka'bah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Sholallahu ‘alaihi wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan azan dengan suaranya yang bersih dan jelas.

Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat azan yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.

Saat azan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”. Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, "Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu.... Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi." Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.

Khalid bin Usaid berkata, "Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini." Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masuk ke kota Mekah..

Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, "Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka'bah."
Al-Hakam bin Abu al-'Ash berkata, "Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka'bah)."
Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, "Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah."
Bilal menjadi muazin tetap selama Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam hidup. Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, "Ahad..., Ahad... (Allah Maha Esa)."

Sesaat setelah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam mengembuskan napas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.

Sejak kepergian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.

Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.

Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, "Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya."

Abu Bakar menjawab, "Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah."

Bilal menyahut, "Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam wafat."

Abu Bakar menjawab, "Baiklah, aku mengabulkannya." Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan azan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Rodhiallahu ‘anhu setelah terpisah cukup lama.

Umar sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan menaruh rasa hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika ada yang menyebut-nyebut nama Abu Bakar ash-Shiddiq di depannya, maka Umar segera menimpali,

"Abu Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan tuan kita (maksudnya Bilal)."
Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan azan di hadapan al-Faruq Umar ibnul Khaththab. Ketika suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar mengumandangkan azan, Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu-sedu, yang kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut mereka basah dengan air mata. Suara Bilal membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam..

BiIal, "pengumandang seruan langit itu", tetap tinggal di Damaskus hingga wafat. Saat menjelang kematiannya, istri Bilal menunggu di sampingnya dengan setia seraya berkata, "Oh, betapa sedihnya hati ini...."

Tapi, setiap istrinya berkata seperti itu, Bilal membuka matanya dan membalas, "Oh, betapa bahagianya hati ini.... " Lalu, sambil mengembuskan napas terakhirnya, Bilal berkata lirih,
"Esok kita bersua dengan orang-orang terkasih...
Muhammad dan sahabat-sahabatnya
Esok kita bersua dengan orang-orang terkasih...
Muhammad dan sahabat-sahabatnya"

1) Satu Uqiyah adalah jenis berat timbangan. Konversi berat Uqiyah di beberapa negara Arab berbeda. Sebagai contoh, di Mesir 1 Uqiyah = 37 gram. Sementara di Halab, 1 Uqiyah = 320 gram. Lihat: Mu'jam al-Lughah al-'Arabiyah al-Mu'aashirah, karya Hans Wehr.
2) Abthah adalah saluran air yang mengering sehingga yang tersisa hanya pasir dan batu kerikil.
3) Nama suatu daerah dekat Mekah.
4) Idzkhir adalah sejenis tumbuhan yang menyebarkan bau harum.
5) Mijannah adalah salah satu pasar bangsa Arab pada masa Jahiliah. Jaraknya sekitar 12 Mil dari Mekah.
6) Syamah dan Thafil adalah nama gunung di Mekah.

Sumber: Shuwar min Hayaati ash-Shahabah

14 April, 2009

Menangis saat ber dzikir

Nikmat sekali kalau kita sedang berzikir bisa menangis. Air mata yang hangat serasa mengalir membasahi dada dan qalbu yang gersang, mencairkan kebekuan perasaan yang sudah jauh dari Allah. Kita pun ikut terguncang jiwa ketika menyaksikan orang yang berdzikir tesedu-sedu. Tetapi sayangnya tangis dan air mata itu tak selalu bisa mengalir keluar. Kadang sudah kita upayakan pun belum mau juga keluar. Apakah karena qalbu kita sudah beku? Atau sudah kebal sehingga gak mempan lagi? Tapi mengapa kegelisahan pun ikut hilang?

Sahabat Abu Bakar ra dikenal sebagai orang yang mudah menangis dalam dzikir dan shalat. Ketika mendengar Nabi menyampaikan ayat tentang telah sempurnya agama Allah diturunkan, beliau tahu masa kerasulan akan segera berakhir, beliau menangis.

Tangis dan air mata
Eskpresi gejolak emosional yang sangat dahsyat, bisa karena kedukaan maupun keriangan. Disertai rona wajah yang memerah, sesenggukan nafas, guncangan pada tubuh bagian atas.

Tangis adalah saluran gejolak emosinal yang sangat rumit, ketika kata-kata tak lagi mampu menampungnya, tangis pun cara tercepat untuk mengembalikan keseimbangan emosional setelah mengalami guncangan yang keras.

* Ada karena taubat, rasa sesal.
* Ada karena kelemahan mental, cengeng.
* Ada juga karena faktor kelenjar air mata.

Ada beberapa kemungkinan orang tak menangis (lagi) dalam dzikir:

* Orang itu memang sudah beku betul perasaannya.
* Tangis sudah tergantikan dengan ketenteraman.
* Mengalami proses kekebalan, jenuh.

Apabila seseorang tidak pernah berdoa, maka ia makhluk yang sombong

Bertaqwalah kepada Allah Swt, taqwa dalam arti memelihara diri dari segala bentuk kemusyrikan dan kemunafikan, yakni dengan menta’ati dan mengerjakan semua perintah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Juga taqwa yang dapat menumbuhkan amal-amal saleh yang nyata sebagai pembuktian kebenaran iman, sebab segala perbuatan dan amal manusia, baik atau jahatnya pencerminan imannya terhadap Allah Swt.
Selanjutnya marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita, sehingga atas ijin-Nya kita dalam keadaan sehat wal’afiat dapat melaksanakan tugas-tugas kita sebagai manusia dan hamba Allah, dan kita bisa menunaikan shalat jamaah Jum’at hari ini.
Shalawat dan salam marilah kita sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw dan keluarga, sahabat-sahabat serta para pengikutnya.


Ada enam hal yang apabila dikaruniai oleh Allah Swt kepada kita, maka tidak akan terhalang bagi kita enam hal pula.
1. Barangsiapa yang dikaruniai syukur maka tidak akan dihalangi dari penambahan nikmat.
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
Sungguh jika kamu bersyukur, niscaya Kami akan menambah (nikmat) kepadamu” (QS. Ibrahim: 07)

2. Barangsiapa yang dikaruniai kesabaran, maka ia tidak akan terhalang dari pahala.
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Azzumar: 10)

3. Barangsiapa yang dikaruniai taubat, maka ia tidak akan terhalang dari pengampunan.
وَهُوَ الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُو عَنْ السَّيِّئَاتِ وَيَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
“Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hambanya, dan memaafkanmu dari kesalahan dan mengetahui apa-apa yang kamu lakukan. (QS. Asy-Syura: 25)

4. Barangsiapa yang dikaruniai istiqhfar, maka ia tidak akan terhalang dari pengampunan,
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” (QS. Nuh: 10)

5. Barangsiapa yang dikaruniai berinfak, maka ia tidak akan terhalang dari balasan ganti.
وَمَا أَنفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ
“Dan apapun yang kamu infakkan, maka Allah akan menggantinya.” (QS. Saba’: 39)
6. barangsiapa yang dikarunia doa, maka ia tidak akan terhalang dari dikabulkan.
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Berdoalah kepadaKu niscaya akan Aku perkenankan bagimu. (QS. Ghofir: 60)


Dari keenam hal tadi kita dapat mengetahui bahwasanya tidak ada sesuatu yang kita lakukan atau harapkan kecuali pasti Allah Swt akan membalasnya. Seperti bila kita mau bersyukur, maka Allah berikan tambahan nikmat dan karunia kepada kita, bila kita bersabar, Allah berikan kita ganjaran pahala, bila kita bertaubat, Ia bukankan pintu taubat kepada kita, bila kita beristiqhfar, maka Allah berikan pengampunan, bila kita berinfak, shadaqoh atau zakat, maka diberikan ganti yang berlipat-lipat ganti. Dan bila kita mau berdoa, memohon atau bermunajat kepada Allah Swt maka ia akan mengabulkan permohonan kita.
Allah Swt. berada didekat hambaNya yang mendekatkan diri kepada Nya. Bahkan lebih dekat dari urat leher kita sendiri. Tetapi, sebaliknya bila kita menjauh dariNya, maka Ia pun akan menjauhi kita. Oleh karena itulah, hendaknya kita selalu mengucapkan kalimat Lailaha Illallah agar bertambah iman kita. Supaya dengan bertambahnya iman, akan bertambah pula kedekatan diri kepada Allah Swt.

Ada banyak keluhan yang dirasakan oleh orang-orang yang berdoa. Mereka meminta kepada Allah, tetapi belum mendapatkan jawaban dari doanya. Sehingga akhirnya muncul rasa pesimis, bahwa Allah tidak mendengarkan keluhan dan kesusahannya. Mengapa?
Pada hakikatnya –sebagaimana ayat diatas “Berdoalah kepadaKu, niscaya akan aku kabulkan”- adalah sebuah janji yang mutlak tidak mungkin diingkari oleh Allah Swt. karena sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji (QS. Ra’d: 31).

Sabda Rasulallah Saw:
“Tidak ada seorang muslim yang berdoa melainkan akan dikabulkan, ada kalanya disegerakan didunia, ada kalanya disimpankannya untuknya di akhirat. Dan ada kalanya digunakan untuk menghapuskan dosa-dosanya sesuai dengan kadar doa yang ia ucapkan selama ia tidak berdoa untuk dosa atau memutuskan tali persaudaraan”.

Dan beliaupun bersabda:
“Nanti pada hari kiamat Allah Swt akan memperlihatkan setiap doa yang dipanjatkan oleh setiap orang sewaktu di dunia yang tidak Allah kabulkan, dimana Allah berfirman: Hambaku, pada suatu hari kamu memanjatkan doa kepadaku, namun Aku tahan doamu itu, maka inilah pahala sebagai pengganti doamu itu”. Orang yang berdoa itu terus menerus diberi pahala sehingga ia berharap kiranya semua doanya itu hanya dibalas di akhirat saja dan tidak diberikan di dunia”.

Dari kedua hadist diatas, kita akan mengerti bahwa tidak semua apa-apa yang kita minta (doa) kepada Allah, tidak selalu baik untuk dikabulkan di dunia. Tetapi boleh jadi akan lebih baik bila diterima di akhirat kelak. Dan pada saat kita berdoa memohon kepada Allah, pada hakikatnya kita berada pada posisi dekat kepada Allah, sehingga walau tak dikabulkan di dunia, malah menjadi pahala penghapus dosa-dosa lalu. Lalu mengapa kita tidak berdoa?

Berdoa adalah ibadah. Bahkan dikatakan sebagai ruhnya ibadah. Orang yang hidupnya tidak dilewati dengan berdoa maka ia adalah makhluk yang sombong. Padahal perilaku sombong adalah termasuk bagian sifat penghuni jahanam.

Sabda Rasulallah Saw:
الدعاء هو العبادة ثم قرأ قوله تعالى وقال ربكم ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Doa itu adalah ibadah. Kemudian beliau membaca firman Allah ta’ala (yang artinya): “Dan Tuhanmu berfirman: “berdoalah kepadaKu, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina”

Abu Dzar al-Ghifari berkata: Doa itu melengkapi amal kebajikan sebagaimana garam melengkapi makanan.


Seseorang yang berdoa hendaknya jangan tergesa-gesa, karena sesungguhnya orang yang berdoa kepada Allah niscaya akan dikabulkan segera atau lambat. Kadang kala permohonannya dikabulkan seketika, kadangkala dikabulkan pada waktu yang agak lama, kadang kala tidak dikabulkan di dunia dan nanti akan diganti dengan pahala di akhirat.
Setiap kita hendaknya selalu memposisikan diri sebagai hamba Allah yang berdoa, menangis di keheningan malam, memohon ampunan atas segala dosa di masa lalu. Memohon limpahan kemudahan hidup serta diselamatkan kelak dari api neraka.
Manusia yang merasa telah cukup puas dengan apa yang didapatkan didunia sehingga tidak mau berdoa adalah termasuk manusia yang merugi karena kesombongannya di hadapan Allah Swt.
Para nabi dan rasulpun selalu menengadahkan tangan memohon dan berdoa kepada Allah Swt siang dan malam tanpa lelah. Mereka yang telah dijamin kebahagiaan di akhirat kelak masih mau meminta pertolongan Allah. Sedang kita yang belum tahu di mana tempat akhir persinggahan masih melalaikan fasilitas doa yang telah disedia di dunia.


Sebagai suri tauladan kita dapat temukan beberapa kisah para nabi dan rasul yang berdoa untuk mendapatkan hajat dan keinginan mereka. Seperti:

1. Nabi Adam As bapak para manusia memohon ampunan karena telah mendzalimi dirinya memakan buah khuldi di surga. Saat diturunkan didunia, setiap hamparan tanah tak terlepas dari tetesan air mata penyesalan beliau. Doa beliau:
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنْ الْخَاسِرِينَ
"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Al-A’raf: 23)

2. Nabi Ibrahim As bapak para nabi mendoakan tanah suci makkah sebagai tanah yang diberkati oleh Allah, sehingga walau pun terdiri dari tanah yang tandus dan berbatuan, tetapi selalu dilimpahi rahmat dari berbagai buah-buah.
رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنْ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
"Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian.” (Albaqoroh: 126)

3. Nabi Musa as, nabi yang telah menyelamatkan bani Israil dari kukungan Firaun di mesir, pada saat beliau mendapat kesusahan untuk berdakwah karena cacat pada lidahnya, maka ia berdoa:

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي، وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي، وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي، يَفْقَهُوا قَوْلِي
"Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku (QS. Thoha: 25-28)

4. Nabi Sulaiman As, seorang yang mendapat kenikmatan dunia yang luar biasa, yang memiliki kekuasaan atas jin, manusia, binatang, angin dan air masih mampu mengucapkan doa.
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ.
"Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh." (QS. An-Naml: 19)

Masih banyak doa-doa yang diucapkan para nabi dalam al-Quran, yang tentunya bila kita mau mentadaburi nya kita akan menjadi malu. Alangkah sombongnya kita, alangkah angkuhnya kita, alangkah malangnya diri kita yang telah menyia-nyiakan waktu dan umur kita dari perbuatan doa kepada Allah sedang para Nabi pun berdoa.

Berdoalah, agar kita selamat di dunia dan akhirat.

Ditulis oleh Ustadz Nur Rohim Yunus, Lc

Sholat TASBIH adalah amalan SUNNAH

Kita sering mendengar yang namanya sholat tasbih, sebagian besar umat Islam sering melakukannya, karena merupakan salah satu sholat sunnah yang mana bisa dilakukan pada malam hari. maupun pada siang hari. Imam Ghozali dalam kitabnya Ihya’ Ulumiddin mengatakan “Sholat tasbih ini adalah merupakan sholat yang pernah dilakukan oleh Rosululloh Saw, makanya kalau bisa alangkah baiknya bagi orang Islam untuk melakukannya minimal dalam seminggu sekali atau kalau tidak mampu mungkin dalam sebulan cukup sekali”.

Adapun tendensi hadis yang digunakan oleh ulama’ yang mengatakan bahwa sholat tasbih adalah sunnah berupa hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab sholat bab sholat tasbih, Imam Turmuzi, Ibnu Majjah dalam kitab Iqoomah Assholah bab sholat tasbih, Ibnu Khuzaimah, Imam Baihaqi dalam bab sholat tasbih, Imam Thobroni dalam Mu’jam Alkabir dari Ibnu Abbas dan Abu Rofi’ bahwa dalam syarah hadis, Nabi telah menjelaskan kepada pamannya Abbas Bin Abdul Mutholib suatu amalan yang mana kalau dikerjakan oleh beliau dapat menyebabkan diampuni dosannya baik yang akan datang maupun yang telah lewat, salah satu amalan tersebut adalah sholat tasbih.

Adapun pakar hadis dalam menganalisa hadis ini melalui jalur sanad maupun matan terjadi perbedaan, diantara ulama’ ada yang mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih, ada lagi yang mengatakan bahwa hadis ini adalah lemah, bahkan ada juga yang mengatakan bahwa hadis ini sampai kederajad maudlu’.

a. Di antara pakar hadis yang mengatakan bahwa hadis ini shohih adalah Imam Muslim, Ibnu Khuzaimah, Imam Hakim, Ibnu Sholah, Alkhotib Albaghdadi, Al Munzhiri, Imam Suyuti, Abu Musa Almadini, Abu Said Al Sam’ani, Imam Nawawi, Abu Hasan Almaqdasi, Imam Subuki, Ibnu Hajar Al Asqolany, Ibnu Hajar Al Haitamy, Syekh Albani, Syekh Syuab Al Arnauth, Ahmad Syakir dan masih banyak lagi ulama’ yang lain.

Imam Hakim mengatakan bahwa yang menjadikan standar hadis tentang sholat tasbih shohih adalah terbiasa dikerjakan mulai para Tabiit Tabi’in sampai zaman sekarang .

Imam Daruqutni mengatakan hadis yang paling shohih dalam keutamaan surat adalah hadis yang menjelaskan keutamaan surat Al Ikhlas dan hadis yang paling shohih dalam keutamaan sholat adalah hadis yang menjelaskan tentang sholat tasbih.

Demikian juga Syekh Muhammad Mubarokfuri mengatakan bahwa hadis yang menjelaskan tentang sholat tasbih tidak sampai turun pada derajat hadis hasan.

Adapun cara kita melakukan sholat tasbih sebagaimana yang telah dijelaskan dalam kitab fikih ada dua cara, yaitu sebagaimana berikut:

1. Melakukan sholat tasbih sebanyak empat rakaat, dimulai dengan takbir ikhrom setelah itu

membaca doa istiftah kemudian membaca surat alfatihah dan membaca surat kemudian membaca:

سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم

Sebanyak 15 kali kemudian ruku’ dengan membaca

سبحان ربي العظيم وبحمده

Sebanyak 3 kali kemudian membaca


سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم

Sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari ruku membaca:

ربنا لك الحمد حمدا طيبا كثيرا مباركا ....الج

Kemudian membaca

سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم

Demikian juga dalam sujud dan ketika bangun dari sujud, akan tetapi diperhatikan bahwa bacaan ini:

سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم

.juga dibaca sebelum membaca tahiyyat ( tasyahud)

2. Setelah membaca takbir ikhrom dan doa iftitah membaca
سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم

Sebanyak 15 kali kemudian membaca surat alfatihah dan surat kemudian membaca:

سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم

Sebanyak 10 kali sebagaimana dalam cara yang pertama tadi, akan tetapi perlu diperhatikan bahwa dalam keadaan duduk istirahat (diantara dua sujud ) dan sebelum tasyahud tidak di anjurkan untuk membaca

سبحان الله والحمد لله ولا اله إلا الله الله اكبر لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم

Cara yang kedua inilah menurut Iimam Ghozali yang paling baik. Demikianlah kajian hadis yang dapat kami sampaikan dalam kegiatan I’tikaf pada kali ini, semoga bermanfaat.

Wallahu A’lam Bishowab.

Dzikir setelah sholat dalam Shahih Bukhari

Dzikir setelah sholat merupakan ibadah yang sangat disunnahkan dan salah satu kebiasaan Rasulullah s.a.w. Beliau juga melakukannya dengan suara keras. Dalam sahih Bukhari dan Muslim disebutkan pada Bab Dzikir setelah sholat dari Ibnu Abbas beliau berkata "sesungguhnya mengeraskan suara dengan dzikir ketika orang-orang usai melaksanakan sholat wajib merupakan kebiasaan yang berlaku pada zaman Rasulullah s.a.w.. Ibnu Abbas menambahkan, aku mengetahui bahwa mereka selesai sholat karena aku mendengarnya.

Riwayat lain dari Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas mengatakan:"Aku mengetahui selesainya sholat Rasulullah dengan takbir".

Bagi imam ketika usai sholat disunnahkan membalikkan muka ke arah makmum. Demikian disebutkan riwayat sahih Bukhari dari Samurah bin Jundub:"Rasulullah s.aw. ketika selesai sholat beliau membalikkan mukanya ke arah kami". Hadist serupa dari rawi-rawi lain juga diriwayatkan oleh imam Muslim dalam kitab sahihnya, Ahmad, Tirmidzi, Nasai, Abu dawud dll.

Adapun bacaan-bacaan dzikir yang disunnahkan dibaca setelah sholat sesuai riwayat Bukhari dan Muslim adalah sbb.:
1. سُبْحَانَ اللَّهِ x 33
2. الْحَمْدُ لِلَّهِ x 33
3. اللَّهُ أَكْبَرُ x 33

Dari Abu Hurairah: Suatu hari datanglah rombongan orang-orang fakir ke hadapan Rasulullah s.a.w. mereka mengeluh: "Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah mendapatkan kemuliaan dan sorga dengan harta mereka. Mereka sholat seperti sholat kita, mereka puasa seperti puasa kita, mereka bersedekah tapi kami tidak, mereka memerdekakan budak dan kami tidak". Rasulullah s.a.w. pun menjawab: Maukah kalian ku ajari sesuatu yang dengan itu kalian bisa mengejar orang yang mendahului kalian dan meninggalkan orang-orang yang di belakang kalian dan tidak ada orang yang lebih utama dari kalian kecuali yang melakukan hal yang sama?

"Tentu Mau wahai Rasulullah"

"Kalian membaca tasbih, takbir dan tahmid sebanyak 33 kali setiap selesai sholat". (H.R. Bukhari Muslim dll). Riwayat lain dari Abu Hurairah menyebutkan 10 kali.

4.
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ.
5. أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ x 3 lalu dilanjutkan dengan mambaca:
اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ.

(hadist riwayat Thauban dan A'isah r.a. menyebutkan dua redaksi tersebut".

6.
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ.

Selain dzikir, setelah sholat juga disunnahkan berdoa. Imam Bukhari bahkan membuat satu bab dalam kitab sahihnya dengan judul "Berdoa setelah sholat".

Semoga bermanfaat.



Di susun oleh Ustadz Muhammad Niam.



Text-text hadist Bukhari Muslim Tentang Dzikir Setelah Sholat dan Tata Caranya

صحيح ا لبخاري

بَاب الذِّكْرِ بَعْدَ الصَّلَاةِ

796 - حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ أَبَا مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ

797 - حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا عَمْرٌو قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو مَعْبَدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كُنْتُ أَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالتَّكْبِيرِ

قَالَ عَلِيٌّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو قَالَ كَانَ أَبُو مَعْبَدٍ أَصْدَقَ مَوَالِي ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ عَلِيٌّ وَاسْمُهُ نَافِذٌ

798 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُعْتَمِرٌ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ سُمَيٍّ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ الْفُقَرَاءُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ مِنْ الْأَمْوَالِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلَا وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَلَهُمْ فَضْلٌ مِنْ أَمْوَالٍ يَحُجُّونَ بِهَا وَيَعْتَمِرُونَ وَيُجَاهِدُونَ وَيَتَصَدَّقُونَ قَالَ أَلَا أُحَدِّثُكُمْ إِنْ أَخَذْتُمْ أَدْرَكْتُمْ مَنْ سَبَقَكُمْ وَلَمْ يُدْرِكْكُمْ أَحَدٌ بَعْدَكُمْ وَكُنْتُمْ خَيْرَ مَنْ أَنْتُمْ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِ إِلَّا مَنْ عَمِلَ مِثْلَهُ تُسَبِّحُونَ وَتَحْمَدُونَ وَتُكَبِّرُونَ خَلْفَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَاخْتَلَفْنَا بَيْنَنَا فَقَالَ بَعْضُنَا نُسَبِّحُ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَنَحْمَدُ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَنُكَبِّرُ أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ فَرَجَعْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ تَقُولُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ حَتَّى يَكُونَ مِنْهُنَّ كُلِّهِنَّ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ

799 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ وَرَّادٍ كَاتِبِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ أَمْلَى عَلَيَّ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ فِي كِتَابٍ إِلَى مُعَاوِيَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

وَقَالَ شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ بِهَذَا وَعَنْ الْحَكَمِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُخَيْمِرَةَ عَنْ وَرَّادٍ بِهَذَا وَقَالَ الْحَسَنُ الْجَدُّ غِنًى



بَاب يَسْتَقْبِلُ الْإِمَامُ النَّاسَ إِذَا سَلَّمَ

800 - حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَ حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ قَالَ

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى صَلَاةً أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ

801 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّهُ قَالَ

صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الصُّبْحِ بِالْحُدَيْبِيَةِ عَلَى إِثْرِ سَمَاءٍ كَانَتْ مِنْ اللَّيْلَةِ فَلَمَّا انْصَرَفَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ هَلْ تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي وَمُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ

802 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُنِيرٍ سَمِعَ يَزِيدَ بْنَ هَارُونَ قَالَ أَخْبَرَنَا حُمَيْدٌ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ

أَخَّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ ذَاتَ لَيْلَةٍ إِلَى شَطْرِ اللَّيْلِ ثُمَّ خَرَجَ عَلَيْنَا فَلَمَّا صَلَّى أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ إِنَّ النَّاسَ قَدْ صَلَّوْا وَرَقَدُوا وَإِنَّكُمْ لَنْ تَزَالُوا فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرْتُمْ الصَّلَاةَ



5854 - حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ أَخْبَرَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنَا وَرْقَاءُ عَنْ سُمَيٍّ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالدَّرَجَاتِ وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ قَالَ كَيْفَ ذَاكَ قَالُوا صَلَّوْا كَمَا صَلَّيْنَا وَجَاهَدُوا كَمَا جَاهَدْنَا وَأَنْفَقُوا مِنْ فُضُولِ أَمْوَالِهِمْ وَلَيْسَتْ لَنَا أَمْوَالٌ قَالَ أَفَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَمْرٍ تُدْرِكُونَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ وَتَسْبِقُونَ مَنْ جَاءَ بَعْدَكُمْ وَلَا يَأْتِي أَحَدٌ بِمِثْلِ مَا جِئْتُمْ بِهِ إِلَّا مَنْ جَاءَ بِمِثْلِهِ تُسَبِّحُونَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ عَشْرًا وَتَحْمَدُونَ عَشْرًا وَتُكَبِّرُونَ عَشْرًا تَابَعَهُ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَنْ سُمَيٍّ وَرَوَاهُ ابْنُ عَجْلَانَ عَنْ سُمَيٍّ وَرَجَاءِ بْنِ حَيْوَةَ وَرَوَاهُ جَرِيرٌ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ رُفَيْعٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ وَرَوَاهُ سُهَيْلٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ



صحيح مسلم

بَاب الذِّكْرِ بَعْدَ الصَّلَاةِ

917 - حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرٍو قَالَ أَخْبَرَنِي بِذَا أَبُو مَعْبَدٍ ثُمَّ أَنْكَرَهُ بَعْدُ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا نَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالتَّكْبِيرِ

918 - حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ سَمِعَهُ يُخْبِرُ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَا كُنَّا نَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا بِالتَّكْبِيرِ قَالَ عَمْرٌو فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِأَبِي مَعْبَدٍ فَأَنْكَرَهُ وَقَالَ لَمْ أُحَدِّثْكَ بِهَذَا قَالَ عَمْرٌو وَقَدْ أَخْبَرَنِيهِ قَبْلَ ذَلِكَ

919 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ ح و حَدَّثَنِي إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ وَاللَّفْظُ لَهُ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ أَنَّ أَبَا مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَّهُ قَالَ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ



بَاب اسْتِحْبَابِ الذِّكْرِ بَعْدَ الصَّلَاةِ وَبَيَانِ صِفَتِهِ

931 - حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ أَبِي عَمَّارٍ اسْمُهُ شَدَّادُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي أَسْمَاءَ عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ. قَالَ الْوَلِيدُ فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ قَالَ تَقُولُ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ



932 - حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَلَّمَ لَمْ يَقْعُدْ إِلَّا مِقْدَارَ مَا يَقُولُ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ وَفِي رِوَايَةِ ابْنِ نُمَيْرٍ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ و حَدَّثَنَاه ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ يَعْنِي الْأَحْمَرَ عَنْ عَاصِمٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ و حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ بْنُ عَبْدِ الصَّمَدِ حَدَّثَنِي أَبِي حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ وَخَالِدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ كِلَاهُمَا عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بِمِثْلِهِ غَيْرَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

933 - حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ الْمُسَيَّبِ بْنِ رَافِعٍ عَنْ وَرَّادٍ مَوْلَى الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ كَتَبَ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ إِلَى مُعَاوِيَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا فَرَغَ مِنْ الصَّلَاةِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ وَأَحْمَدُ بْنُ سِنَانٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ الْمُسَيَّبِ بْنِ رَافِعٍ عَنْ وَرَّادٍ مَوْلَى الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ عَنْ الْمُغِيرَةِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ قَالَ أَبُو بَكْرٍ وَأَبُو كُرَيْبٍ فِي رِوَايَتِهِمَا قَالَ فَأَمْلَاهَا عَلَيَّ الْمُغِيرَةُ وَكَتَبْتُ بِهَا إِلَى مُعَاوِيَةَ و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي عَبْدَةُ بْنُ أَبِي لُبَابَةَ أَنَّ وَرَّادًا مَوْلَى الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ كَتَبَ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ إِلَى مُعَاوِيَةَ كَتَبَ ذَلِكَ الْكِتَابَ لَهُ وَرَّادٌ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حِينَ سَلَّمَ بِمِثْلِ حَدِيثِهِمَا إِلَّا قَوْلَهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ فَإِنَّهُ لَمْ يَذْكُرْ و حَدَّثَنَا حَامِدُ بْنُ عُمَرَ الْبَكْرَاوِيُّ حَدَّثَنَا بِشْرٌ يَعْنِي ابْنَ الْمُفَضَّلِ قَالَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنِي أَزْهَرُ جَمِيعًا عَنْ ابْنِ عَوْنٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ وَرَّادٍ كَاتِبِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ كَتَبَ مُعَاوِيَةُ إِلَى الْمُغِيرَةِ بِمِثْلِ حَدِيثِ مَنْصُورٍ وَالْأَعْمَشِ

934 - و حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ الْمَكِّيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ أَبِي لُبَابَةَ وَعَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عُمَيْرٍ سَمِعَا وَرَّادًا كَاتِبَ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ يَقُولُا كَتَبَ مُعَاوِيَةُ إِلَى الْمُغِيرَةِ اكْتُبْ إِلَيَّ بِشَيْءٍ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَكَتَبَ إِلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا قَضَى الصَّلَاةَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

935 - و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ قَالَ

كَانَ ابْنُ الزُّبَيْرِ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ حِينَ يُسَلِّمُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ وَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ

و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ مَوْلًى لَهُمْ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ كَانَ يُهَلِّلُ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ بِمِثْلِ حَدِيثِ ابْنِ نُمَيْرٍ وَقَالَ فِي آخِرِهِ ثُمَّ يَقُولُ ابْنُ الزُّبَيْرِ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ و حَدَّثَنِي يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ حَدَّثَنَا الْحَجَّاجُ بْنُ أَبِي عُثْمَانَ حَدَّثَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ يَخْطُبُ عَلَى هَذَا الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ فِي دُبُرِ الصَّلَاةِ أَوْ الصَّلَوَاتِ فَذَكَرَ بِمِثْلِ حَدِيثِ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ الْمُرَادِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَالِمٍ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ أَنَّ أَبَا الزُّبَيْرِ الْمَكِّيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ وَهُوَ يَقُولُ فِي إِثْرِ الصَّلَاةِ إِذَا سَلَّمَ بِمِثْلِ حَدِيثِهِمَا وَقَالَ فِي آخِرِهِ وَكَانَ يَذْكُرُ ذَلِكَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

936 - حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ النَّضْرِ التَّيْمِيُّ حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ قَالَ ح و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ كِلَاهُمَا عَنْ سُمَيٍّ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَهَذَا حَدِيثُ قُتَيْبَةَ

أَنَّ فُقَرَاءَ الْمُهَاجِرِينَ أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلَى وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ فَقَالَ وَمَا ذَاكَ قَالُوا يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ وَلَا نَتَصَدَّقُ وَيُعْتِقُونَ وَلَا نُعْتِقُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفَلَا أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ وَلَا يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلَّا مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ وَتَحْمَدُونَ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ مَرَّةً

قَالَ أَبُو صَالِحٍ فَرَجَعَ فُقَرَاءُ الْمُهَاجِرِينَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا سَمِعَ إِخْوَانُنَا أَهْلُ الْأَمْوَالِ بِمَا فَعَلْنَا فَفَعَلُوا مِثْلَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِهِ مَنْ يَشَاءُ وَزَادَ غَيْرُ قُتَيْبَةَ فِي هَذَا الْحَدِيثِ عَنْ اللَّيْثِ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ قَالَ سُمَيٌّ فَحَدَّثْتُ بَعْضَ أَهْلِي هَذَا الْحَدِيثَ فَقَالَ وَهِمْتَ إِنَّمَا قَالَ تُسَبِّحُ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَتَحْمَدُ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَتُكَبِّرُ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَرَجَعْتُ إِلَى أَبِي صَالِحٍ فَقُلْتُ لَهُ ذَلِكَ فَأَخَذَ بِيَدِي فَقَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ اللَّهُ أَكْبَرُ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ حَتَّى تَبْلُغَ مِنْ جَمِيعِهِنَّ ثَلَاثَةً وَثَلَاثِينَ قَالَ ابْنُ عَجْلَانَ فَحَدَّثْتُ بِهَذَا الْحَدِيثِ رَجَاءَ بْنَ حَيْوَةَ فَحَدَّثَنِي بِمِثْلِهِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ و حَدَّثَنِي أُمَيَّةُ بْنُ بِسْطَامَ الْعَيْشِيُّ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا رَوْحٌ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلَى وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ بِمِثْلِ حَدِيثِ قُتَيْبَةَ عَنْ اللَّيْثِ إِلَّا أَنَّهُ أَدْرَجَ فِي حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ قَوْلَ أَبِي صَالِحٍ ثُمَّ رَجَعَ فُقَرَاءُ الْمُهَاجِرِينَ إِلَى آخِرِ الْحَدِيثِ وَزَادَ فِي الْحَدِيثِ يَقُولُ سُهَيْلٌ إِحْدَى عَشْرَةَ إِحْدَى عَشْرَةَ فَجَمِيعُ ذَلِكَ كُلِّهِ ثَلَاثَةٌ وَثَلَاثُونَ

937 - و حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عِيسَى أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ أَخْبَرَنَا مَالِكُ بْنُ مِغْوَلٍ قَالَ سَمِعْتُ الْحَكَمَ بْنَ عُتَيْبَةَ يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مُعَقِّبَاتٌ لَا يَخِيبُ قَائِلُهُنَّ أَوْ فَاعِلُهُنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ ثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ تَسْبِيحَةً وَثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ تَحْمِيدَةً وَأَرْبَعٌ وَثَلَاثُونَ تَكْبِيرَةً

938 - حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ حَدَّثَنَا حَمْزَةُ الزَّيَّاتُ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مُعَقِّبَاتٌ لَا يَخِيبُ قَائِلُهُنَّ أَوْ فَاعِلُهُنَّ ثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ تَسْبِيحَةً وَثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ تَحْمِيدَةً وَأَرْبَعٌ وَثَلَاثُونَ تَكْبِيرَةً فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا أَسْبَاطُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ قَيْسٍ الْمُلَائِيُّ عَنْ الْحَكَمِ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ

939 - حَدَّثَنِي عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ بَيَانٍ الْوَاسِطِيُّ أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ الْمَذْحِجِيِّ قَالَ مُسْلِم أَبُو عُبَيْدٍ مَوْلَى سُلَيْمَانَ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ